Memperingati Hari Santri Nasional 2016 (3) : Santri Di Jiwa

Kebetulan saya dan suami sama-sama berasal dari keluarga dan lingkungan berbasis pesantren. Dalam keluarga besar kami, mengirim anak-anak ke pesantren adalah sebuah keniscayaan. Bahkan di kampung saya di Bangil, hampir semua anak berusia sekolah menengah menjalani masa SMP/SMA mereka di pesantren.
Demikian juga harapan saya terhadap anak-anak saya, saya berharap anak-anak juga mengenyam pendidikan pesantren. Namun demikian saya tidak memaksakan. Suara anak-anak tetap harus di dengar. Menanamkan aqidah sejak dini, memberi tauladan yang baik, mendukung apapun yang menjadi cita-cita selama dalam koridor kebaikan, melangitkan doa semoga anak-anak menjadi anak yang sholeh/sholehah, berbakti, beruntung, sehat, kuat, selamat, manfaat dan sukses yang tidak hanya di dunia saja namun juga sampai akhirat adalah tugas sejati orang tua kepada anak-anaknya. Semoga kita para orangtua dimudahkan dalam mengemban amanah ini, amin.

Santri dan pelajar pada hakikatnya adalah sama yaitu sama-sama penuntut ilmu. Baik ilmu agama atau ilmu umum adalah sama-sama ilmu Allah yang harus dipelajari, dan sekarang telah banyak Pesantren modern yang juga mengajarkan disiplin ilmu selain ilmu agama. Barang siapa yang ingin bahagia di dunia, raihlah dengan ilmu, barang siapa  yang ingin bahagia di akhirat, raihlah dengan ilmu, dan barang siapa yang ingin bahagia di dunia dan akhirat maka raihlah dengan ilmu. Begitulah yang disabdakan Baginda Nabi SAW.

Namun ada perbedaan yang paling terlihat antara santri dan pelajar yaitu dalam hal hormat / takdzim pada guru. Dalam kehidupan pesantren adabiah terhadap guru sangat diperhatikan oleh para santri. Bagi santri, hormat pada guru adalah salah satu perantara diperolehnya ilmu yang berkah dan bermanfaat. Hormat yang tidak sekedar hormat namun juga disertai taat. Hal ini yang sering terlupakan oleh pelajar di sekolah formal.

Saya tidak mengatakan pelajar sekolah formal  tidak mendapatkan pelajaran dalam hal menghormati guru, sebagai produk sekolah formal saya menegaskan bahwa para guru kami telah menanamkan untuk menghormati guru dan menyayangi teman serta sesama sejak tingkat Taman Kanak-kanak. Namun entah mengapa, terutama pada masa-masa belakangan, penghormatan terhadap guru di sekolah-sekolah formal telah banyak bergeser. Faktor penyebabnya banyak. Salahsatu atau salahdua-nya?  Yang pertama, kurangnya jam pelajaran tentang agama dan akhlak. Minimnya jam pelajaran agama dan akhlak ini menyebabkan sebagian besar pelajar sekolah formal (umum) kurang mendapatkan informasi bahwa kedudukan adab itu lebih tinggi daripada ilmu. Yang kedua, harus diakui dalam sekolah formal terdapat mindset bahwa menuntut ilmu adalah untuk mendapatkan pekerjaan. Tak pelak, hal ini menyebabkan para pelajar  hanya mengejar kepentingan dunia semata. Padahal seharusnya tidak demikian. Menuntut ilmu dan mengasah keterampilan adalah untuk menghilangkan kebodohan serta untuk mendapat ridho Sang Pemilik Ilmu, bila Sang Pemilik ilmu telah ridho, maka mudah saja bagi penuntut ilmu untuk menjalani tiap episode kehidupan dengan segala tantangannya. Betul tidak? InshaAllah betul.

Maka sudah seharusnya-lah bagi setiap penuntut ilmu untuk selalu meluruskan niat hanya semata menggapai ridho Sang Pemilik Ilmu.

***
Bila di tanya apakah saya pernah mesantren? sebenarnya saya malu mengungkapkan karena pada kenyataannya saya mesantren hanya seumur jagung :(. Waktu itu usia 6 tahun saya di kirim oleh orang tua ke pesantren Qur'an untuk anak-anak di Gresik, namun belum genap setahun saya sudah di jemput pulang karena sakit.

Meski hanya mesantren hanya seumur jangung, saya tetap ingin tercatat sebagai santri. Sekali santri tetap santri, seumur hidup tetap santri dan terus bersemangat menjadi santri. Karena santri bukan sekedar status yang mana lulus mesantren selesai pula nyantri-nya. Namun santri adalah jiwa. Jiwa yang haus menuntut ilmu baik ilmu agama dan pengetahuan umum hingga ajal menjelang, menghormati orangtua dan guru, menyayangi dan bermanfaat bagi sesama. Ini adalah harapan yang harus selalu disemogakan.

Teriring doa semoga saya dan panjenengan selalu di beri kemudahan dalam menjaga semangat santri di "pesantren kehidupan" ini. Amin


Wallahua'lam


Malang, 27 Oktober 2016

Bunda Farhanah

#onedayonepost

Comments

  1. Aamiin. Seandainya wktu bs di putar. Sy ingin nyantri aj. Ga skolah umum

    ReplyDelete
  2. Waktu SMP minta ke pesantren tapi abah nggak ngijinin alasnnya jauh. Sampai skrng hsrat untuk nyantri masih kuat terpatri.

    ReplyDelete
  3. aamiin

    iya mbak, betul banget. Santri lebih ta'dzim kpd guru krn di Ponpest ngaji ta'limul muta'alim.
    Bisa ditiru juga kali ya,pendidikan formal diadakan mengkaji kitab tsb

    ReplyDelete
  4. iya bener juga bisa di adopsi ke sekolah formal ta'limul muataalim

    ReplyDelete
  5. iya bener juga bisa di adopsi ke sekolah formal ta'limul muataalim

    ReplyDelete

Post a Comment