Review Buku: Dua Barista, Najhaty Sharma

Review Buku




Judul: Dua Barista
Penulis: Najhaty Sharma
Genre: Fiksi, Roman Religi
Penerbit: Telaga Aksara
Tahun terbit: 2020
Tebal: 495 halaman

Desain cover dan Lay out: Linkmed Pro Jogja.


Satu lagi novel besutan kalangan pesantren. DUA BARISTA. 


Berkisah tentang Ahvash dan Mazarina, sepasang suami istri muda, cerdas, alim, energik, yang kelak digadang-gadang akan melanjutkan estafet pengasuhan pesantren keluarga.
Meski lima tahun menikah dan tak kunjung hamil, Mazarina dan Ahvash tak patah arang berusaha ke sana ke mari agar bisa memiliki keturunan. 

Sampai akhirnya Mazarina divonis menderita penyakit yang mana dokter menyatakan satu-satunya opsi untuk sembuh adalah dengan mengangkat rahim.

Mazarina tentu terpukuuuul telak. Apalagi, adanya tekanan keluarga suami yang menuntut Ahvash segera memiliki keturunan sebagai kader penerus pengasuhan pesantren kelak. 

Wacana poligami pun menggelinding. Ahvash tak bisa berkutik ketika, Mey, calon (istri kedua) yang disodorkan orang tua sudah di depan mata.
Dan disinilah konflik mulai berjalan.


Belum lagi, munculnya Juan Harvey, seseorang dari masa lalu Mazarina yang menyatakan siap mencintai dan menerima perempuan itu apa adanya walau tak lagi memiliki rahim.
***
Sebenarnya, tema poligami yang terselip dalam novel ini hanya bersifat konflik pembuat seru saja. Kisah lika-liku cinta dalam pernikahan juga hanya pemanis.


Ada hal lain yang jauh lebih penting dari novel ini yang bisa kita olah sebagai pembelajaran dan kritik sosial.

Yaitu sisi lain pesantren yang jarang terekspos keluar. Mulai dari kegiatan santri sehari-hari, tentang khodam-khodimah, keluarga ndalem, gus dan ning, hingga hubungan dengan warga sekitar pesantren. 

Ada salah satu frasa yang saya garisbawahi dari novel ini. Bisa dilihat pada halaman 140, tentang kebanggaan pada nasab yang sering melanda sebagian Gus dan Ning. Saya kutip di sini:

"Karena tradisi pesantren dan realitas kadang-kadang justru membatasi perkembangan yang diharapkan. Putra-putri kyai biasa dimuliakan, jika mereka tidak mampu mengartikan makna penghormatan itu dengan baik, maka mereka akan tergilas dalam fase stagnan, senang dihormati dan justru bukan ghiroh keilmuan yang ditingkatkan."

Nahhh kaan, ini kritik sosial yang sangat penting diperhatikan. Tentu saja, tidak bisa dipukul rata, tidak semua Gus dan Ning demikian. 

Well, secara umum saya menikmati kata demi kata yang tertuang dalam novel ini. Sekali-kali ada diksi-diksi yang nyastra, sekali-kali ada juga yang percakapan sehari-hari yang familiar kita dengar.
Cover yang ada gambar dua cangkir juga cukup mewakili jiwa novel.


Mengenai kekurangan, saya mencatat, di beberapa tempat ada penulisan yang kurang sesuai EBI atau PUEBI seperti tidak ada tanda titik atau koma dalam tag percakapan. Tapi ini hanya teknis dan sama sekali tidak mengurangi kualitas isi.

Pokoknya novel ini bagus banget untuk kamu baca. 

Tentang Najhaty Sharma

Penulis Novel Dua Barista ini lahir dan tumbuh di kawasan Pesantren Al-Asnawi, SalamKanci, Bandongan Magelang. Seorang ibu rumah tangga dengan tiga anak. Sudah memiliki beberapa karya dan terus akan menghasilkan karya. Salah satu bukunya selain Dua Barista adalah Kupu-kupu Marrakech. Beberapa cerpennya terbit juga di media online.
Selain menulis, Najhaty juga gemar travelling, membaca dan berwirausaha. Bisa disapa di FB atau IG dengan nama Najhaty Sharma.

Comments

  1. wihhh keren. kalau yg konflik keluarga itu diceritakan sampai selesai atau hanya diceritakan sekilas saja, Mbk?
    pengen beli deh. ...

    ReplyDelete
  2. diceritakan sampai selesai. romannya selesai, pesan moral selesai. mantap pokoknya

    ReplyDelete
  3. Alurnya mengingatkan saya pada film Air Mata Surga (Dewi Sandra) adaptasi novel Air Mata Tuhan.

    Btw, buku baru, gak coba resensi ke koran, Mbakku?

    ReplyDelete
  4. Topik sama tema di novel ini tuh apa ya kak? Saya bingung

    ReplyDelete

Post a Comment