Masjid Sabilillah Blimbing, Monumen Perjuangan Ulama dan Santri Malang Yang Tak Takut Mati, Perspektif Historis
Masjid Sabilillah Blimbing, Monumen
Perjuangan
Ulama dan Santri Malang Yang Tak Takut Mati, Perspektif Historis
Oleh Nazlah Hasni
Disampaikan pada Lomba Penulisan Eko-Sosio-Kultural
Lokal Kota Malang Dalam Perspektif Historis
Malang, Ulama dan Santri adalah tiga kata yang berkait-berkelindan.
Ketiganya memiliki ikatan historis yang kuat. Banyaknya lembaga pendidikan
Islam baik berupa pesantren atau non pesantren adalah bukti yang tak terbantah.
Sebut saja beberapa di antaranya yaitu Pondok Pesantren Gading, Pondok
Pesantren Gasek, Pondok Pesantren Nurul Huda Mergosono, Pondok Pesantren
Al-Hikam Cengger Ayam dan Pondok Pesantren Nurul Ulum Kacuk.
Pun bertebarannya masjid-masjid bersejarah, semakin menguatkan bahwa
kehidupan yang relijius berikut ulama dan santrinya sudah bersenyawa dengan
kota ini. Salah satunya adalah Masjid Raya Sabilillah, yang akan menjadi pokok
pembahasan dalam tulisan ini.
Bagi Kera Ngalam, nama Masjid
Raya Sabilillah tentu tak asing lagi. Masjid yang terletak di Jalan Ahmad Yani,
adalah salah satu masjid kebanggaan warga kota Malang. Tidak hanya kegiatan
ibadah salat wajib berjamaah lima kali sehari, di masjid ini juga semarak
dengan berbagai kegiatan. Mulai dari pendidikan, dakwah, perpustakaan, majelis
taklim, lembaga amil zakat, infak dan shodaqoh (ZIS), kelompok usaha, kelompok bimbingan haji, hingga klinik
kesehatan yang semuanya bermakna bagi umat.
Bila menelisik arsitektur gedungnya, masjid megah dengan menara
menjulang ini ternyata sebuah monumen, atau tepatnya monumen yang berbentuk masjid.
Sebagaimana definisi monumen, pastinya ada jejak langkah yang ingin dikenang.
Penyematan kata Sabilillah sebagai nama
Masjid pun bukan asal pasang tapi sarat nilai sejarah. Nama tersebut
dinisbatkan pada sebuah Laskar pejuang kemerdekaan berani mati yang
beranggotakan Ulama dan santri bernama Laskar
Sabilillah.
Seperti apakah jejak sejarah itu sehingga membuat keberadaan Masjid
Sabilillah menjadi menarik untuk diperbincangkan? Tulisan ini mencoba
mengulasnya untuk anda. Tentu bukan sebuah tulisan yang sempurna, maka kritik
dan saran selalu dinanti.
Yuk, kita mulai!
Resolusi Jihad NU 22 Oktober 1945, Sebagai Dasar
Dibentuknya Laskar Sabilillah
Laskar Sabilillah yang dikenal berani mati itu, berdiri menyusul seruan
Resolusi Jihad yang dikumandangkan KH. Hasyim Asyari pada 22 Oktober 1945.
Sejenak mari menelusuri jejak sejarah, apa yang dimaksud dengan Resolusi Jihad
tersebut.
1942. Kalah dari Jepang pada perang Asia Timur Raya, membuat
Belanda yang telah 350 tahun menjajah, harus meninggalkan Indonesia. Sejak itu,
Indonesia berada dalam jajahan Jepang hingga Agusus tahun 1945 ketika negara
matahari terbit itu kalah pada Perang Dunia II.
Kekalahan Jepang, menjadikan bangsa Indonesia mengambil kesempatan baik
ini untuk memproklamasikan kemerdekaan. Maka pada 17 Agustus 1945, bertempat di
Jalan Pagesangan Jakarta, Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaan.
September 1945. Satu bulan setelah Bung Karno dan Bung Hatta
memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia, siaran berita dunia menyatakan
Perang Dunia II telah resmi berakhir. Sebuah pengumuman yang cukup melegakan
banyak pihak, sungguh perang adalah kegiatan yang melelahkan dan sia-sia.
Menang saja rugi, kalah apalagi.
Tapi kelegaan tersebut hanya berlangsung sebentar, terutama bagi
Indonesia. Baru satu bulan memproklamasikan kemerdekaan, kedaulatan negara
sudah mendapat ujian. Tentara Belanda datang kembali dengan menumpang tentara Sekutu,
hendak menjajah Tanah Air lagi. Bung Karno dan Bung Hatta, sebagai pemimpin
dari negara yang masih bayi merah ini, galau, upaya diplomatik yang telah
diusahakan agar tentara Sekutu berpihak netral, tidak mengutak-atik status
kemerdekaan Indonesia, dan hanya
menyelesaikan urusan tahanan Perang Dunia II, tidak membuahkan hasil.
Tentara Sekutu tidak menghiraukan Pemerintah Indonesia berikut apa pun
upaya diplomatik yang dilakukan. Atau dengan kata lain pihak Sekutu tidak
mengakui kemerdekaan Indonesia yang telah
diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Apa pasal? Karena pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang yang semakin
terjepit akibat kekalahan telak di Perang Dunia II telah menyerahkan semua
wilayah kekuasaannya di Asia Pasifik termasuk Indonesia, kepada Sekutu. Dan
pernyataan menyerahnya Jepang secara resmi pada tentara Sekutu sehari
berikutnya yaitu pada tanggal 15 Agustus 1945, semakin membuat pihak Sekutu
merasa di atas angin.
Di atas kertas tentara Sekutu merasa berhak mengambil alih kekuasaan atas
Indonesia. Apalagi waktu itu meski Indonesia telah mengumandangkan proklamasi,
Kalimantan dan Indonesia Timur masih berada dalam genggaman Australia sebagai
bagian dari Tentara Sekutu. Inilah yang dimanfaatkan Belanda, mereka
mendompleng Tentara Sekutu untuk bisa kembali menjajah Indonesia.
Menurut perhitungan Bung Karno, bila terjadi peperangan antara Indonesia
dengan Tentara Sekutu, maka negara yang masih bayi merah ini secara matematis
akan kalah, karena peralatan dan tenaga yang jauh dari memadai.
Maka atas saran Panglima Besar Jenderal Sudirman, Bung Karno mengirim
utusan kepada KH. Hasyim Asyari selaku Roisul Akbar NU (Ketua Umum Nahdlatul
Ulama) di Tebu Ireng Jombang. Tujuannya adalah meminta fatwa kepada KH. Hasyim
Asyari tentang bagaimana hukum berjihad untuk memperrtahankan kedaulatan negara
baru Indonesia yang notabene bukan negara Islam.
KH. Hasyim Asyari yang memang sudah mencium adanya aroma lain atas
kemenangan mutlak tentara Sekutu atas Jepang di Perang Dunia II gegas bergerak.
Beliau langsung memanggil KH. Wahab Hasbullah Tambak Beras Jombang untuk
mengumpulkan para Ketua NU se-Jawa dan Madura untuk membahas masalah ini. KH. Hasyim
Asyari juga meminta kepada kyai khos (utama) NU untuk salat istikhoroh. Salah
satu kyai khos waktu itu adalah mbah KH. Abbas Buntet Cirebon.
21 - 22 Oktober 1945. Semua delegasi NU se-Jawa Madura telah berkumpul di
markas GP Anshor jalan Pungutan Surabaya. Waktu itu, Surabaya telah menjadi
kota perdagangan terbesar, dan menjadi pusat pergerakan dan berkumpulnya santri
Nahdlatul Ulama. KH. Hasyim Asyari memimpin langsung pertemuan tersebut yang
kemudian dilanjutkan KH. Wahab Hasbullah. Setelah berdiskusi selama 2 (dua)
hari dan mendengarkan hasil istikhoroh para kiyai khos, diambil titik temu
bahwa kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945
adalah sah.
Dengan demikian, mewakili seluruh kyai dan jajaran NU, KH. Hasyim Asyari
menyatakan bahwa status kemerdekaan Indonesia
adalah sah secara fikih, karena itu umat Islam wajib berjihad untuk mempertahankannya.
22 Oktober 1945. Maka pada hari itu diputuskan sebuah rumusan yang
disebut RESOLUSI JIHAD NU.
Isi dari resolusi
jihad adalah sebagai berikut seperti yang dimuat oleh
harian Kedaulatan Rakjat bertanggal 26 Oktober 1945.
R E S O L O E S I
Rapat besar wakil2 daerah (konsoel2) Perhimpoenan Nahdatoel
Oelama’ seloeroeh Djawa-Madoera
pada tg 21-22
Oktober 1945 di Soerabaja,
Mendengar:
Bahwa ditiap2 daerah diseloeroeh Djawa-Madoera ternjata
betapa besarnja hasrat oemmat Islam dan alim oelama’ ditempatnja masing-masing
oentoek mempertahankan dan menegakkan Agama, Kedaulatan Negara Repoeblik
Indonesia Merdeka,
Menimbang:
a. Bahwa oentoek mempertahankan dan menegakkan Negara Repoeblik
Indonesia menoeroet hoekoem Agama Islam, termasoek sebagai satoe ke-wadjiban
bagi tiap2 orang Islam.b.Bahwa di Indonesia ini warga negaranja adalahsebagian
besar terdiri dari oemmat Islam.
Mengingat:
b. bahwa oleh fihak Belanda (NICA) dan Djepangjang datang
dan jang berada disini telah sangatbanjak sekali didjalankan kedjahatan dan
kekedjaman jang mengganggoe ketenteraman oemoem.
c. Bahwa semoea jang dilakoekan oleh mereka itoedengan
maksoed melanggar kedaulatan NegaraRepoeblik Indonesia dan Agama, dan ingin
kem-bali mendjadjah disini, maka dibeberapa tempattelah terdjadi pertempoeran
jang mengorbankanbeberapa banjak djiwa manoesia.
d. Bahwa pertempoeran2 itoe sebagian besar
telahdilakoekan oleh oemmat Islam jang merasa wadjib menoeroet
hukum agamanja oentoek
mem-pertahankan kemerdekaan Negara dan Agamanja.
e. Bahwa didalam menghadapi sekalian kedjadian2itoe
beloem mendapat perintah dan toentoenanjang
njata2 dari Pemerintah
Repoeblik Indone-sia jang sesoai
dengan kedjadian2 terseboet.
Memoetoeskan:
1.
Memohon dengan sangat
kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia,
soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap
tiap2 oesaha jang akan membahajakankemerdekaan Agama dan Negara Indonesia,
teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki-tangannja.
2.
Soepaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat “Sabiloellah” oentoek
tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.
Berdasarkan teks tersebut, dapat disimpulkan inti dari fatwa Resolusi
Jihad NU adalah:
1.
Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 wajib
dipertahankan.
2. Republik
Indonesia sebagai satu-satunya pemerintah yang sah, wajib dibela dan
diselamatkan.
3. Musuh
Republik Indonesia, terutama Belanda yang datang kembali dengan membonceng
tugas-tugas Sekutu dalam masalah tawanan perang bangsa Jepang tentulah akan
menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia.
4. Umat
Islam terutama Nahdlatul Ulama wajib mengangkat sejata melawan Belanda dan
kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia.
5. Kewajiban
tersebut adalah jihad yang menjadi kewajiban bagi tiap orang Islam (fardhlu
ain) yang berada pada jarak radius 94 km (jarak yang diperkenankan sholat jamak
dan qoshor). Adapun mereka yang berada diluar jarak tersebut berkewajiban
membantu saudara-saudaranya yang berada dalam jarak radius 94 km tersebut.
Keesokan harinya, yaitu tanggal 23 Oktober 1945, secara resmi organisasi
NU mengedarkan pamflet hasil keputusan untuk menyerukan jihad di media-media
massa maupun ke pondok-pondok pesantren.
Berselang tiga hari sejak dikeluarkan fatwa jihad, tentara Sekutu yang
didomplengi Belanda merapat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Maka sejak
saat itu, seluruh umat Islam khususnya santri, ulama dan Nahdlatul Ulama,
mempersiapkan diri untuk berjihad.
7-8 Nopember 1945. Salah satu organisasi Islam yang juga aktif saat itu,
yaitu Madjelis Sjoero Moeslimin Indonesia (Masjoemi) tanggap dengan keadaan
genting yang terjadi. Segera mengadakan Muktamar di Jogjakarta pada 7-8
Nopember 1945 dan memutuskan untuk membentuk sebuah barisan atau laskar yang
dinamakan Sabilillah. Laskar ini ditujukan untuk menampung aspirasi umat Islam
secara keseluruhan, dalam usaha-usaha pembelaan dan pertahanan bangsa, negara
dan agama.
Kedaulatan Rakjat Jogjakarta sebagai koran berpengaruh pada masa itu, menjadikan
keputusan pembentukan Laskar Sabilillah sebagai berita utama pada terbitan bertanggal
9 Nopember 1945 dengan judul: “60 Miljoen
Kaoem Moeslimin Indonesia Siap Berdjihad Fi Sabilillah, Perang di djalan Allah
oentoek menentang tiap-tiap pendjadjahan, Partai Masjoemi
sebagai badan perdjoeangan
politik oemmat Islam.”
Harian Kedaulatan Rakjat, pada tanggal yang sama, juga memuat keputusan
Muktamar Masjoemi itu secara lengkap sehingga bisa dibaca oleh khalayak. Teks keputusan
tesebut secara lengkap adalah sebagai berikut:
R E S O L O E S I
Moe’tamar Oemmat Islam Indonesia di Jogjakarta
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIMMoe’tamar Oemmat Islam
Indonesia jang diadakan di Jogjakarta tanggal 1—2 Dzolhidjdjah 1364 (7—8
November 1945) jg mewakili seloeroeh
ummat Islam di
Indonesia jang berdjoemlah koerang lebih 65 miljoen djiwa, setelah
menindjau perdjoeangan bangsa Indonesia dalam waktoe achir2 ini dalam
menegakkan kedaulatan Negara
Repoeblik Indonesia sebagai
soeatoe sjarat moetlak oentoek kesempoernaan
berdjalannja Agama Islam,
maka ternjatalah bahwa tindakan2 dari fihak Imperialisme Belanda dan
komplotannya membahajakan dari kedaulatan Negara Repoeblik Indonesia.
M e n i m b a n g :
1. Bahwa tiap2 bentoek pendjadjahan adalah soeatoe
kezaliman jang melanggar peri kemanusiaandan njata2 diharamkan oleh Agama
Islam.
2. Bahwa oentoek membasmi tindakan2 jang dilakoekan
oleh tiap2 Imperialisme atas Indonesia, tiap2 moeslim
wadjiblah berdjoeang dengandjiwa
raganja bagi kemerdekaan
Negara danAgamanja.
3. Bahwa dalam keadaan jang demikian haroeslah dikerahkan tenaga
rakjat dari segenap
lapisan oemoemnja dalam kalangan Oemmat Islam Indonesia choesoesnja.
M e m o e t o e s k a n :
A. Oentoek
Dalam Negeri.
1. Memperkoeat
persiapan Oemmat Islam oentoekberdjihad fi sabilillah.
2. Memperkoeat
barisan pertahanan negara Indo-nesia dengan berbagai2 oesaha jang
diwajibkanoleh Agama Islam.
3. Menjesoeikan
soesoenan dan sifat Masjoemi seba-gai Poesat Persatoean Oemmat Islam
Indonesia,sehingga dapat mengerahkan
dan memimpinperdjoeangan Oemmat
Islam Indonesia seloe-roehnja.
4. Menghormati dan menghargai djasa pahlawan2 teroetama
angkatan moeda, baik jang tiwas ma-oepoen jang tidak, dalam perdjoengan
menegak-kan kedaulatan negara.
5. Memohonkan kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia
soepaja mendesak kaoem sekoetoe menjegerakan
perloetjoetan sendjata tentara
djepangdan pengembaliannja, agar bala tentara sekoetoedapat segara
poelang kenegerinja.
B. Oentoek
Luar Negeri:
Menjampaikan poetoesan ini kepada Doenia International
oemoemnja dan doenia Islam choesoesnja.
Resoloesi ini disampaikan kepada:
1. Pemerintah
Repoeblik Indonesia.
2. Rakjat Indonesia Oemoemnja dan Oemmat Islam Indonesia
choesoesnja.
Jogjakarta: 1-2 Zoelhidjdjah 1364,7-8 Nopember 1945
Laskar Sabilillah secara struktural berada di bawah komando Masjoemi.
Hal ini sangat menguntungkan karena pada masa itu sebagai organisasi, Masjoemi
telah memiliki pengurus sampai di tingkat desa, khususnya di Jawa. Dengan
demikian Laskar Sabilillah dapat dibentuk dengan segera. Adapun petunjuk teknis
tentang pembentukan dan struktur organisasi Laskar Sabilillah pada tingkat
pusat dan daerah adalah sebagai berikut: (juga dimuat di Kedaulatan Rakjat bertanggal
9 Nopember 1945).
BARISAN SABILILLAH
Oentoek mendjalankan kepoetoesan Kongres Oemmat Islam
Indonesia di Jogjakarta pada tg, 1-2 Zoelhidjah 1364 (7-8/11-’45) dalam mana
ditegaskan, bahwa:
1.
Memperkoeat persiapan Oemmat Islam oentoek berdjihad fi Sabilillah.
2. Memperkoeat
pertahanan Negara Indonesia dengan
berbagai oesaha, maka
disoesoenlah soeatu barisan jg
diberi nama: Barisan Sabilillah, dibawah pengawasan Masjoemi, jg peratoerannja
sbb:
1. Hal
Anggota: Jang menjadi anggota Barisan ini adalah Oemat Islam.
2. Hal
Pimpinan: Poesat Pimpinan Barisan
ini bernama: Markas Besar
Sabilillah; jang terdiri dari 5 orang, antaranja seorang ahli siasah, 2 orang
ahli Agama dan 2 orang ahli peperangan. Ditiap-tiap daerah diadakan Markas
Sabilillah Daerah. Ialah Djawa Timoer, Djawa Tengah dan Djawa
Barat jang masing-masing
terdiri dari 9 orang. Ditiap-tiap karesidenan diadakan Markas Sabilillah Karesidenan,
jang masing2 terdiri dari 7 orang. Ditiap-tiap kaboepaten
diadakan Markas Sabilillah
Kaboepaten, jang masing2
terdiri dari 5 orang. Barisan ini adalah mendjadi barisan istimewa dari
pada Tentara Keamanan
Rakjat (TKR).
Lalu, berdasar pertimbangan berbagai situasi dan kondisi pada saat itu,
diputuskan bahwa markas pusat Laskar Sabilillah adalah di kota Malang di bawah
komando KH. Masjkur yang juga berasal dari Singosari Malang.
Jelaslah, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa tujuan dibentuknya Laskar
Sabilillah ini adalah sebagai respon terhadap seruan jihad guna mempertahankan
kedaulatan negara, membantu Tentara Keamanan Rakyat Indonesia yang masih
terbilang baru berdiri, untuk berjuang bersama-sama melawan penjajahan di
negeri tercinta ini. Perjuangan Laskar Sabilillah adalah ikhlas semata jihad fii sabilillah, yang mana
mempertahankan kedaulatan negara adalah termasuk ibadah.
Laskar Sabilillah Dalam Pertempuran Heroik di Surabaya
10 November 1945
Keputusan menjadikan Kota Malang sebagai markas besar Laskar Sabilillah
adalah tepat. Pegunungan yang
mengelilingi Kota Malang, membentengi kota ini secara alami. Sebuah keuntungan
tersendiri bagi Laskar Sabilillah. Apalagi berjarak lumayan dekat dengan
Surabaya yang sudah dijadikan markas oleh pihak Sekutu.
Mengambil tempat di sebuah daerah di pertigaan Blimbing Malang sebagai
pusat komando, sekarang menjadi area berdirinya Masjid Sabilillah, laskar yang
beranggotakan ulama, santri dan juga umat Islam secara luas dari berbagai
elemen itu mengadakan pelatihan dan menyusun strategi perang.
Sementara itu di Surabaya, sejak terjadinya insiden bendera di Hotel
Yamato pada tanggal 19 September 1945, keadaan terus memanas. Ulama, santri dan
segenap rakyat Surabaya dan sekitarnya yang telah mendengar seruan jihad mulai
melakukan serangan pada pihak Sekutu dan Belanda. Mulai dari serangan-serangan
kecil hingga yang besar dan memakan korban yang banyak dari kedua belah pihak.
Karena kewalahan, akhirnya pihak tentara Sekutu di Surabaya meminta
Presiden Sukarno untuk meredakan situasi. Maka diputuskan gencatan senjata antara
pihak rakyat dan Sekutu pada tanggal 29 Oktober 1945. Namun pada 30 Oktober
1945 adu tembak kembali terjadi. Yang melegakan, ternyata yang memulai melepas
tembakan lebih dahulu bukan dari pihak Indonesia tapi dari pihak Inggris. Adu
tembak pada tanggal 30 Oktober 1945 ini menyebabkan Brigjen Mallaby tewas oleh
tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang belum diketahui
indentitasnya.
Tewasnya Brigjen Mallaby membuat Inggris dan Sekutu marah. Pengganti
Mallaby, yaitu Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh mengultimatum rakyat
agar menyerahkan senjata di sebuah tempat yang telah ditentukan oleh Sekutu. Ultimatum tersebut paling lambat tanggal 10
November 1945.
Tentu saja rakyat Indonesia menganggap ultimatum ini sebagai penghinaan.
Hal ini semakin menggelorakan semangat berjihad di kalangan ulama, santri dan rakyat
Indonesia secara luas. Pasukan Laskar Sabilillah yang telah berkumpul di markas
pusat Malang dan juga kota-kota lainnya, secara bergelombang bergerak menuju
Surabaya.
Laskar Sabilillah. (Gambar diambil dari Google)
Jumlah Pasukan Laskar Sabilillah yang berangkat ke medan pertempuran di
Surabaya tidak terhitung berapa jumlah sebenarnya. Hal ini karena
tidak ada pendaftaran
pasukan yang terkoodinir secara rapi. Keberangkatan umat
adalah secara sukarela dan spontanitas. Dari tiap-tiap pesantren dan
daerah di mana ulama atau kyainya berangkat ke
Surabaya, maka secara otomatis
para santri dan umat
akan turut menyertainya.
Begitu juga dari segi persenjataan. Pasukan Laskar Sabilillah kebanyakan
hanya bermodal senjata tradisional seadanya, misalnya senjata tajam, parang, bambu
runcing, juga ada ketapel.
Pada kenyataannya laskar
adalah sebagai pasukan kuantitas yang meski jumlahnya ribuan, harus menghadapi musuh yang jelas lebih siap
untuk bertempur. Dilihat dari segi pengalaman perang, musuh adalah anggota
kelompok negara pemenang Perang Dunia II, dan dari segi persenjataan, musuh
memiliki persenjataan perang yang cukup modern.
Tapi semua realita itu tak memadamkan semangat juang Laskar Sabilillah.
Cukuplah mereka bermodal semangat dan keberanian yang tinggi demi
mempertahankan kemerdekaan Tanah Air yang baru berdiri.
Maka pada batas tanggal ultimatum yaitu 10 November 1945 ribuan pejuang
Indonesia yang terdiri dari ulama, santri dan rakyat Indonesia telah berada di
Surabaya. Mengangkat senjata dibawah komando Bung Tomo yang menyemangati dengan
pembacaan fatwa Resolusi Jihad NU dan pekikan “Allahu Akbar” yang membahana.
Bila menang akan merdeka dan bila mati akan mendapat sahid.
Meski para pejuang hanya menggunakan peralatan seadanya, ternyata tentara
Sekutu kesulitan meredam perlawanan mereka. Sejarah mencatat bahwa pertempuran
10 November 1945 ini, adalah sangat heroik. Pertempuran ini berhasil
membuktikan kepada dunia, bahwa proklamasi 17 Agustus 1945 adalah bukan
pemberian Jepang namun karena usaha perjuangan jiwa dan raga dari seluruh rakyat
Indonesia. Kelak, hari bersejarah itu ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
Laskar Sabilillah Turut Bertempur Membela Bangsa Pada
Agresi Militer Belanda I dan II
Keelokan berikut melimpahnya Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki
Indonesia menjadi daya tarik kuat bagi Belanda untuk menjajah kembali bumi
pertiwi. Tapi rakyat Indonesia tak sekali-kali membiarkan penjajah kembali di
tanah air.
Meski pada pertempuran 10 Nopember Laskar Sabilillah terpukul telak dan
ratusan nyawa menjadi korban, alih alih semangat membela kedaulatan rakyat
menjadi padam, yang ada malah semakin membara. Pengalaman bertempur di medan
juang Surabaya dijadikan pelajaran untuk meningkatkan kemampuan.
Di bawah pimpinan KH. Masjkur, Laskar Sabilillah terus membekali diri
dengan berlatih dan mempelajari siasat perang di markas pusat Malang. Termasuk
dari buku-buku militer yang pernah diajarkan Jepang melalui Pembela Tanah Air
(PETA). Laskar Sabilillah juga melengkapi diri dengan persenjataan yang lebih
modern dengan cara mengambil alih persenjataan dari Jepang, merebut dari
tentara Sekutu atau mengambil milik anggota TKR yang sakit atau meninggal.
Belanda tak henti-hentinya melancarkan segala rencana agar bisa berkuasa
lagi di negeri ini. Bila sebelumnya Belanda mendompleng Sekutu, sekarang
semakin sering melakukan serangan secara militer. Perang pun terus berkecamuk,
jihad terus berlangsung.
Pihak Inggris sebenarnya tidak senang dengan cara-cara yang ditempuh
oleh Belanda. Pada Desember 1945, pemerintah Inggris mendesak Belanda mengambil
sikap yang lebih luwes terhadap RI. Pada 1946 diplomat Inggris, Sir Archibald
Clark Kerr mengusahakan tercapainya persetujuan Linggarjati antara RI dengan
Belanda. Persetujuan ditandatangani namun Belanda melanggar dengan melancarkan
agresi militer I yang terjadi pada 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 197. Pasukan Laskar
Sabilillah bahu membahu bersama Tentara Keamanan Rakyat menjadi garda terdepan
untuk melawan agresi itu.
Dalam catatan sejarah, diperkirakan ada sekitar dua ribu santri dari
Laskar Sabilillah yang gugur saat menghadang kedatangan Belanda yang akan masuk
ke kota Malang. Pasukan Penjajah bersenjata lengkap yang masuk dari arah Lawang
itu hanya dilawan menggunakan bambu runcing dengan semangat yang membara.
Begitu pun ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II yang dimulai
sejak 19 Desember 1948 dan berlangsung berbulan-bulan lamanya, Laskar
Sabilillah setia memanggul senjata demi mempertahankan kemerdekaan bangsa.
Laskar Sabilillah benar-benar telah menjalankan fatwa jihad yang diamanahkan
para ulama. Walau bagaimanapun,
kebebasan menjalankan perintah agama dan merasai nikmatnya ibadah akan
terhambat jika tanah air tempat berpijak berada dalam kondisi terjajah.
Osob Kiwalan Sebagai Bahasa Sandi Pejuang Malang
Belanda menganggap Kota Malang yang menjadi Markas Pusat Laskar
Sabilillah, adalah kota penting dan strategis yang harus dikuasai. Apalagi
terdapat perkebunan tebu yang subur berikut pabrik gula yang produktif.
Maka tak aneh, ketika Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati dan
melancarkan Agresi Militer I kemudian dilanjut dengan Agresi MIliter II pada
1948, Malang masuk dalam daftar kota yang menjadi target serangan.
TKR yang dibantu Laskar Sabilillah beserta seluruh rakyat Malang,
berjuang tidak takut mati untuk mempertahankan kemerdekaan. Taktik perang
gerilya pun disusun. Salah satu taktik cerdik yang digunakan para pejuang Malang,
dan terekam dalam tinta emas sejarah adalah bahasa
walikan (osob kiwalan) sebagai sandi rahasia untuk mengirim pesan kepada
sesama pejuang.
Osob Kiwalan atau bahasa
walikan adalah kata-kata yang pembacaannya dibalik. Bila biasanya dibaca
dari kiri ke kanan, maka dibalik dari kanan ke kiri. Kode walikan ini ternyata sangat efektif untuk mengirim pesan rahasia
agar tidak mudah dipahami lawan. Osob
kiwalan juga menjadi tanda pengenal untuk mengetahui mana lawan mana kawan,
karena pada masa perang sangat mungkin terjadi bahwa mata-mata musuh adalah
orang-orang pribumi.
Kini, bahasa walikan menjadi dialek khas kota ini. Osob kiwalan adalah bahasa kebanggaan warga Malang dan menjelma alat
pengikat tali persaudaraan ketika berjumpa dengan sesama Arema (sebutan untuk arek Malang /orang asli
Malang) di tanah rantau.
Masjid Sabilillah Malang Sebagai Monumen Perjuangan
Ulama dan Santri
Masjid Sabilillah Blimbing Malang (Sumber foto:
Dokumen pribadi)
Berdasarkan fakta sejarah bahwa Kota Malang pernah menjadi markas
barisan pejuang berani mati bernama Laskar Sabilillah maka perlu dibangun
sebuah monumen untuk mengingat perjuangan Ulama dan santri serta umat Islam
secara luas dalam membela kedaulatan Negara Indonesia. Pada medio 1968, KH.
Masjkur serta beberapa ulama Malang memutuskan bahwa monumen perjuangan
tersebut akan di bangun dalam sebuah bentuk masjid.
Kenapa harus berbentuk masjid? Sejenak mari kita
meninjau apakah masjid itu.
Jika di tinjau secara etimologi (ilmu yang mempelajari asal-usul kata)
masjid berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata sajada-sujud, masjad/masjid.
Sujud memiliki arti taat, patuh, dan tunduk dengan hormat. Makna sujud ini,
jika diekspresikan secara lahiriah adalah meletakkan dahi, kedua tangan, lutut
dan kaki ke bumi. Jadi secara sederhana bisa disimpulkan bahwa masjid adalah
tempat untuk bersujud. Secara selaras Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
online mendefinisikan bahwa masjid adalah rumah atau bangunan tempat
bersembahyang umat Islam.
Catatan: Sebenarnya kalau kita berbicara tentang
gedung yang disitilahkan sebagai masjid di dalam agama Islam, maka pengertian
sebagai tempat sembahyang/sujud saja bisa dikatakan tidak sepenuhnya tepat.
Bukankah Tuhan telah menjadikan seluruh jagat ini adalah masjid, tempat sujud
atau sembahyang, apakah bedanya seluruh bumi sebagai masjid dan gedung sebagai
masjid?
Baginda Nabi SAW dawuh bahwa "Seluruh jagad telah
dijadikan bagiku masjid (tempat sujud)" (HR Bukhari) adalah maksudnya
bahwa sujud kepada Tuhan tidak terikat pada tempat. Maka seluruh jagad adalah
masjid bagi seorang muslim, di manapun berada. Di sawah, di gunung, di hutan,
di kendaraan jika waktu salat telah tiba maka salatlah. Dengan hadits itu Baginda
Nabi SAW menyatakan bahwa dalam menunaikan kewajiban menyembah Tuhan, Muslim
tidak terikat oleh ruang.
Bahwa masjid adalah bangunan utama bagi umat Islam sudah dicontohkan
oleh Baginda Nabi SAW. Ketika pertama kali hijrah di bumi Madinah, agenda
pertama Rasulullah adalah membangun masjid. Di Madinah, tugas kerasulan semakin
kompleks daripada ketika Makkah. Tidak hanya menyampaikan wahyu dan menjadi
perantara manusia dengan Tuhan, tapi juga mendidik membina dan membangun
masyarakat Islam. Dari masjid, akan mudah bagi Nabi untuk melaksanakan tugas
tersebut. Selain untuk tempat beribadah, masjid juga digunakan sebagai tempat
syiar agama, tempat pendidikan khususnya ilmu-ilmu agama, tempat pengayaan
kebudayaan Islam dan juga sebagai benteng pertahanan umat.
Maka dengan membangun sebuah monumen berbentuk masjid, diharapkan
semangat perjuangan Laskar Sabilillah terus tumbuh dan semerbak untuk mengisi
kemerdekaan dalam bentuk syiar-syiar agama dan berbagai pelayanan untuk ummat.
Pembangunan Masjid Sabilillah mulai dilaksanakan pada tahun 1974. Berlokasi di Jalan Ahmad Yani Blimbing di
atas lahan seluas 8.100 meter persegi. Lahan itu dulunya adalah lahan kosong yang pada masa perang digunakan menjadi markas
Laskar Sabilillah. Karena dianggap sebagai sebuah monumen, bentuk dari Masjid
Sabilillah benar-benar penuh arti.
Berikut bentuk arsitektur Masjid Sabilillah
1. 17 pilar penyangga, menyimbolkan tanggal kemerdekaan RI
dan juga jumlah rokaat sholat dalam sehari semalam.
2. Tinggi pilar adalah 8 m. Begitu juga jumlah lengkung
kanopi berjumlah 8 buah. Hal ini menyimbolkan bulan Agustus (bulan ke -8 dalam
kalender masehi) sebagai bulan proklamasi. Selain itu menyimbolkan 8 buah pintu
surga.
3. Lebar masjid adalah 45 m, begitu juga tinggi menara,
menyimbolkan tahun kemerdekaan Indonesia yaitu tahun 1945. Makna lain dari
angka 45 adalah sifat Allah (20), sifat mokhal (20), sifat Rasul (4) dan sifat
jaiz (1).
4. Jarak antar tiang adalah 5 m, menyimbolkan rukun Islam
dan Pancasila sebagai dasar negara.
5. Bentuk menara adalah segi 6, melambangkan rukun iman.
6. Diameter kubah adalah 20 m, malambangkan 20 sifat
Allah.
7. Jumlah pilar utama adalah 9, melambangkan Walisongo.
Sejarah mencatat Islam berkembang pesat di Nusantara pada abad ke 14. Seperti
diketahui, metode dakwah Walisongo adalah sangat bijak dan lembut. Bahkan menggunakan
budaya setempat dalam berdakwah, selama tidak bertentangan dengan syariat.
Contohnya Sunan Kalijaga menggunakan media wayang dalam berdakwah, sehingga
mudah diterima masyarakat yang masih kental dengan budaya hindu.
Untuk lebih mengoptimalkan kebermanfaatan, dibentuklah Yayasan
Sabilillah. Dengan demikian Masjid Raya Sabilillah Malang semakin eksis dalam
menjalankan estafet perjuangan Laskar Sabilillah.
Adapun kegiatan yang aktif dilakukan di Masjid ini antara lain:
Dalam bidang pendidikan:
1.
Yayasan Sabilillah telah membina pendidikan mulai
tingkat Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Lanjutan Atas.
2.
Setiap hari di ruang utama masjid ini, juga ramai
dengan majelis-majelis taklim. Mulai dari kelas baca tulis Al-Qur'an, kajian
kitab fiqih, aqidah akhlak, tasawuf sampai tafsir Al-Qur'an. Ada yang untuk
anak-anak, ibu-ibu dan umum.
3.
Layanan perpustakaan untuk umum. Koleksi bukunya cukup
banyak, khususnya di bidang agama. Anda bisa meminjam buku-buku di sini. Cukup
membayar 2000-5000 rupiah per buku dan meninggalkan kartu identitas yang
berlaku dengan waktu pinjam selama 1 (satu) minggu.
<