Review Buku Gusti Boten Shareloc, Embah Nyutz



Judul: Gusti Mboten Shareloc
Penulis: Embah Nyutz
Penerbit: Diva Press, Yogyakarta
Tebal: 168 Halaman
Genre: Tidak Jelas. Kumpulan Cerita yang belum bisa diklasifikasikan, apakah fiksi, nonfiksi, atau curcol.  
Tahun Terbit: Juli 2020

Belum-belum Aku sudah tergelitik dengan judul brosur Pre Order buku ini, PO Nyah Nyoh, dengan harga yang juga bikin tak kalah kaget, hanya 20 K. Aku periksa penerbitnya Diva Press. Ini kan penerbit mayor yang bermarkas di Yogya. Mantab benar pikirku. Di jaman pandemi gini jualan buku baru dengan harga murce. Tak pikir dua kali, Aku langsung hubungi kontak yang ada buat pesan itu buku. 

Setelah terima bukunya, lagi-lagi Aku tergelitik. Ada kalimat Kumpulan Cerpen Main-main, di bagian atas kover, menimpa gambar batik yang setelah Aku amati lagi ternyata gambar peta. Lalu Aku berpikir, segenius itu kah si Embah Nyutz sampai-sampai bisa menyulap kata-kata jadi cerpen, sambil main-main?

Tapi Aku udah berteman sama belio di FB, udah tahunan. Kalau lihat postingannya di paltform berlambang huruf f berwarna biru itu, nggak heran juga sih. Tulisan-tulisan belio emang ciamik.

Oke, mengobati penasaran, segera kubuka halaman demi halaman. Kubaca kata demi kata, kalimat demi kalimat dan paragraf demi paragraf hingga selesailah semua kubaca tanpa ada yang ketinggalan walau setitik-koma.

Aku tarik napas sebentar sebelum akhirnya menyimpulkan, 20 cerpen di buku ini tidaklah dibuat dengan main-main. Kita bisa membaca cerpen, habis, dalam sekali duduk. Dan memang begitulah karakeristik cerpen, tulisan yang pendek, ringan, menghibur untuk dibaca sekali duduk. Bisa dibaca di mana pun, sambil menunggu antrian dokter atau antrian membayar pajak, misalnya. Tapi dalam proses menulisnya, tidak bisa dalam sekali duduk. Aku yakin si Embah pasti berkali-kali duduk, berdiri bahkan rebahan untuk menyusun dan menimbang-nimbang penggunaan kosakata yang tepat. 

Dalam cerpen pertama saja yang berjudul Cerita Menyebalkan di Hari Jumat, sudah ketara banget bahwa Embah Nyutz memilih diksi. Cek saja di cerpen ini, dan kamu akan menemukan paragraf yang kalimat-kalimatnya berakhiran -at, -ah, juga -uk. 

Lalu ada juga cerpen lainnya yang berjudul Tukang Suwuk Mbelgedhes. Si Embah mengalir banget menceritakan seorang tukang suwuk, mbelgedhes, ndesit yang ndilalah usut punya usut seorang Kyai alim allamah di desanya. Lengkap dengan istilah Jawa yang lucu dan sulit dicari padanannya dalam Bahasa Indonesia. 

Kemudian ada cerpen lain lagi yang bikin hati perih. Judulnya Mbah Man. Adudu, endingnya  di luar dugaan. 

Well, Aku cukup menikmati cerpen-cerpen Embah Nyutz ini. Meskipun bergenre tidak jelas alias mbuh, tapi ceritanya cukup jujur, apa adanya, dan sehari-hari banget. Penggunaan POV (Point of View) orang pertama, membuat kita semakin larut masuk dalam cerita. 

Mengenai kekurangan buku ini, sejauh ini aku belum menemukannya. Secara teknis, sip. Ketikan rapi, dialog tag-nya lengkap, dan kover juga lucu. 

Pokoknya, Aku rekomendasikan buku ini buat kamu baca. Pesan di mana? Boleh colek penulisnya langsung. Kamu akan dapat buku yang bertanda tangan.

Tentang Embah Nyutz

Nama lengkapnya. Triwibowo BS. Tinggal di lereng Merapi tetangganya Mbah Marijan. Sudah suka menulis sejak dahulu kala. Cukup produktif dan buku ini adalah yang ke-enam. Bila ingin mengenal lebih lanjut, kamu bisa kepoin FB, IG dan Tweeternya dengan nama Triwibowo Budi Santoso.

Terima kasih telah membaca.

Malang, 09 Juli 2020
 
#Ditulispadamasapandemicovid19

Comments

  1. Ngeri eh bisa buat tulisan kayak gitu. Semedinya berapa lama lah nulisnya?

    ReplyDelete

Post a Comment