Mengapa Anak-anak Korban Kejahatan Seksual, Tidak Berani Langsung Mengungkapkan Apa Yang Mereka Alami?

Smart parents, semoga kita lebih bisa meningkatkan kewaspadaan terhadap segala bentuk kekerasan/kejahatan dan pelecehan seksual pada anak-anak.

Dari banyak studi kasus yang telah diteliti, kejahatan seksual pada anak terlambat diketahui. Hal ini disebabkan, anak-anak korban kekerasan/kejahatan dan pelecehan seksual, anak laki-laki atau perempuan, umumnya tidak berani mengungkapkan apa yang telah dialami pada orang tua, guru, atau pihak berwajib. Mereka lebih memilih diam dengan berbagai alasan. Yaitu:

1. Kemampuan kognitif anak yang masih terbatas. 

Berbeda dengan orang dewasa, yang kemampuan kognitifnya telah berkembang dengan baik, kognitif anak tentu masih terbatas. Sehingga anak-anak belum bisa memahami dengan baik apa yang terjadi pada dirinya, apalagi dalam posisi terkejut atau terancam. Memahami saja belum mampu, bagaimana pula anak sanggup mengidentifikasi dan mengungkapkan dengan bahasa runut bahwa dia dalam bahaya?

2. Mendapat ancaman dari pelaku.

Pelaku kekerasan/kejahatan dan pelecehan seksual pada anak-anak, biasanya dilakukan oleh orang yang usianya lebih tua dari korban. Di beberapa kasus, malah dilakukan oleh remaja atau ABG tanggung. 

Dengan usia yang lebih tua dari korban, memungkinkan pelaku untuk berkuasa, bertindak otoriter dan mendominasi anak-anak. Mereka melakukan perbuatan  itu dengan menyertai ancaman pada korban. Misalnya:

"Jangan bilang orangtuamu ya, nanti mainanmu saya rampas." 

"Jangan nangis, nanti saya pukul kamu."

Tentu, dengan ancaman demikian, anak-anak yang masih polos dengan kemampuan kognitif terbatas, pasti akan ketakutan dan menyimpan sendiri dalam-dalam kejadian menyedihkan ini. 

3. Anak mengalami trauma.

Trauma yang dialami anak, membuatnya tak sanggup menceritakan apa yang telah terjadi, bagaimana kronologisnya, kapan waktu kejadiannya dll. 

Kebanyakan, anak-anak yang menjadi korban kekerasan/kejahatan dan pelecehan seksual akan menangis keras atau berteriak marah jika ditanya apa pun yang berkaitan dengan peristiwa itu, seakan-akan hendak berkata, "Tolong, jangan ingat-ingat itu lagi!!!"

4. Kurangnya bukti.

Jika saja kasus pelecehan seksual berada di area yang dilengkapi kamera CCTV aktif, tentu akan lebih mudah mengungkap bukti.

Tapi pelaku umumnya, melancarkan aksinya saat anak sendirian, di tempat sepi dan minim saksi mata. Dan situasi ini, biasanya dijadikan tameng bagi pelaku untuk mangkir dari tuduhan karena minim bukti. Bahkan di beberapa kasus, pelaku balik menuduh korban dan keluarganya telah mencemarkan nama baik pelaku. Tentu jika seperti ini, kasihan sekali pihak korban, sudahlah ia menjadi pihak yang tersakiti jiwa raga, masih ditambah dengan tuduhan yang semakin menambah beban traumatik. 

Maka di sinilah peran aktif dari KPAI ada untuk melindungi korban.

Demikianlah, mari selalu panjatkan doa semoga waspada dan selalu dilindungi Allah di manapun berada.

Jangan lupa selalu mengedukasi anak tentang pentingnya bagian tubuh yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh. Juga menyounding ananda untuk berani berkata "tidak" pada siapa pun yang akan menyentuh bagian tubuh yang tertutup baju dalam, atau katakan pada buah hati untuk menghindar/berteriak minta tolong bila merasa terancam. 

Yuk peluk anak-anak kita, limpahi dengan kasih sayang, stop kekerasan pada anak. 



#bukunazlah

#stopkekerasanpadaanak

Comments