Memperingati Hari Santri Nasional 2016 (1) : Resolusi Jihad, Sejarah Yang (Sempat) Tak Tercatat

Sejak tahun 2015 lalu, Presiden Joko Widodo telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Dipilihnya tanggal tersebut adalah untuk mengenabg dan mengapresiasi peristiwa penting dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu ditandatanganinya dokumen Resolusi Jihad oleh delegasi NU se Jawa dan Madura di markas GP Anshor Jl. Pungutan Surabaya yang di pimpin oleh KH. Hasyim Asyari.

Lahirnya resolusi jihad NU yang ditulis dengan huruf pegon (arab-jawa) karena dilatarbelakangi keadaan darurat negara waktu itu.

Di sini saya tuliskan kembali sejarahnya, saya ambil dari beberapa sumber.
Bagi panjenengan yang pernah menonton film "Sang Kiyai" sedikit banyak akan nyambung dengan tulisan ini.
Belajar sejarah lagi dong ya hehehe.
Semoga bermanfaat.


***

Waktu itu, di medio September 1945, Perang Dunia II telah resmi berakhir. Negara Indonesia pun telah resmi memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun baru satu bulan berdiri, kedaulatan negara Indonesia sudah mendapat ujian. Tentara Belanda datang kembali dengan menumpang tentara sekutu , hendak menjajah Tanah Air lagi. Bung Karno dan Bung Hatta, sebagai pemimpin dari negara yang masih bayi merah ini, galau, upaya diplomatik yang telah diupayakan agar tentara sekutu tidak mengutak-atik status kemerdekaan Indonesia, berpihak netral dan hanya menyelesaikan urusan tahanan Perang Dunia II, tidak membuahkan hasil.

Salah satu hal yang menyebabkan tentara sekutu tidak menghiraukan upaya diplomatik pemerintah Indonesia alias tidak mengakui kemerdekaan Indonesia  yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, adalah karena pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang yang semakin terjepit akibat kekalahan telak di Perang Dunia II telah menyerahkan semua wilayah kekuasaannya di Asia Pasifik termasuk Indonesia, kepada sekutu. Dan pernyataan menyerahnya Jepang secara resmi pada tentara sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, semakin membuat tentara sekutu merasa di atas angin. Di atas kertas tentara sekutu merasa telah resmi mengambil alih kekuasaan atas Indonesia. Bahkan waktu itu, meski Indonesia telah berproklamasi, Kalimantan dan Indonesia Timur masih berada dalam genggaman tentara sekutu. Inilah yang dimanfaatkan Belanda, mereka mendompleng tentara sekutu untuk bisa kembali menjajah Indonesia.

Menurut perhitungan Bung Karno, bila terjadi peperangan antara Indonesia dengan tentara sekutu dan kawan-kawannya, maka negara yang masih bayi merah ini secara matematis akan kalah, karena peralatan dan tenaga yang jauh dari memadai. 

Maka atas saran Panglima Besar Jenderal Sudirman, Bung Karno mengirim utusan kepada mbah yai Hasyim Asyari selaku Roisul Akbar NU ( Ketua Umum NU) di Tebu Ireng Jombang. Tujuannya untuk meminta fatwa kepada mbah Yai Hasyim Asyari bagaimana hukum berjihad bagi kedaulatan negara baru Indonesia yang notabene bukan negara Islam.

Mbah Yai Hasyim Asyari yang memang sudah mencium adanya aroma lain atas kemenangan mutlak tentara sekutu atas Jepang di Perang Dunia II gegas bergerak, beliau langsung memanggil mbah Yai Wahab Hasbullah Tambak Beras Jombang untuk mengumpulkan para Ketua NU se Jawa dan Madura untuk membahas masalah ini. Mbah Yai Hasyim Asyari juga meminta kepada kyai khos (utama) NU untuk sholat istikhoroh. Salah satu Kiyai khos waktu itu adalah mbah Yai Abbas Buntet Cirebon.

Pada tanggal 21 - 22 Oktober 1945, semua delegasi NU se Jawa Madura telah berkumpul di markas GP Anshor jalan Pungutan Surabaya. Mbah yai Hasyim Asyari memimpin langsung pertemuan tersebut yang kemudian dilanjutkan mbah Yai Wahab Hasbullah. Setelah berdiskusi selama 2 hari dan mendengarkan hasil istikhoroh para kiyai khos, diambil titik temu bahwa kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah sah. Dalam hal ini mbah Yai Hasyim Asyari dawuh bahwa status kemerdekaan Indonesia adalah sah secara fiqih, karena itu umat islam wajib berjihad untuk mempertahankannya.
Maka pada tanggal 22 Oktober 1945 itu diputuskan sebuah rumusan yang disebut RESOLUSI JIHAD NU.

Inti dari fatwa Resolusi Jihad NU adalah:

1. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan.
2. Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintah yang sah, wajib di bela dan diselamatkan.
3. Musuh Republik Indonesia, terutama Belanda yang datang kembali dengan membonceng tugas-tugas sekutu dalam masalah tawanan perang bangsa Jepang tentulah akan menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia.
4. Umat Islam terutama Nahdlatul Ulama wajib mengangkat sejata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia.
5. Kewajiban tersebut adalah jihad yang menjadi kewajiban bagi tiap orang Islam (fardhlu ain) yang berada pada jarak radius 94 km (jarak yang diperkenankan sholat jamak dan qoshor). Adapun mereka yang berada diluar jarak tersebut berkewajiban membantu saudara-saudaranya yang berada dalam jarak radius 94 km tersebut.

Keesokan harinya, yaitu tanggal 23 Oktober 1945, secara resmi organisasi NU mengedar pamflet hasil keputusan untuk menyerukan Jihad di media-media massa maupun ke pondok-pondok pesantren.

Berselang tiga hari sejak dikeluarkan fatwa jihad, tentara sekutu yang didomplengi Belanda merapat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Maka sejak saat itu seluruh umat islam khususnya santri dan Nahdlatul Ulama mempersiapkan diri untuk berjihad. Bersama-sama rakyat Indonesia yang lain, mereka melancarkan serangan kepada tentara Sekutu, Belanda dan kawan-kawannya. Mulai dari serangan-serangan kecil hingga yang besar dan memakan korban yang banyak dari kedua belah pihak. Ini merata hampir di seluruh kota-kota Indonesia terutama di Jawa khususnya Surabaya. Semakin lama, serangannya semakin terorganisir.

Karena kewalahan, akhirnya pihak tentara sekutu di Surabaya meminta Presiden Sukarno untuk meredakan situasi. Maka diputuskan gencatan senjata antara pihak Indonesia dan sekutu pada tanggal 29 Oktober 1945. Namun pada 30 Oktober 1945 adu tembak kembali terjadi. Yang melegakan, ternyata yang memulai melepas tembakan lebih dahulu bukan dari pihak Indonesia tapi dari pihak Inggris. Adu tembak pada tanggal 30 Oktober 1945 ini menyebabkan Brigjen Mallaby tewas oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang belum diketahui indentitasnya. 

Tewasnya Brigjen Mallaby membuat Inggris dan sekutu marah. Mereka mengultimatum rakyat agar menyerahkan senjata di sebuah tempat yang telah ditentukan oleh sekutu.  Ultimatum tersebut paling lambat tanggal 10 November 1945. Tentu saja ultimatum ini dianggap sebagai penghinaan oleh pihak Indonesia. Hal ini semakin menggelorakan semangat berjihad di kalangan pemuda dan rakyat Indonesia
Maka pada batas tanggal  ultimatum yaitu 10 November 1945 ribuan pejuang Indonesia yang terdiri dari santri, ulama dan rakyat Indonesia mengangkat senjata dibawah komando Bung Tomo yang menyemangati dengan pembacaan fatwa resolusi Jihad NU dan pekikan Allahu Akbar yang membahana. Bila menang akan merdeka dan bila mati akan mendapat sahid.

Meski para pejuang hanya menggunakan peralatan seadanya seperti pistol, bambu runcing dan sejenisnya, tentara sekutu ternyata kesulitan meredam perlawanan rakyat Surabaya.

Tanggal 10 November telah ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.


***

Resolusi jihad NU ini terus dijadikan pegangan oleh pemuda, santri dan pejuang Indonesia dalam membela tanah air. Termasuk ketika berjuang membela kedaulatan negara pada Agresi Militer Belanda pada tahun 1947-1948.

Semoga para pejuang, santri dan ulama yang gugur si arena perang membela kedaulatan Tanah Air termasuk gugur sebagai Syuhada. Amin

Wallahualam 


Minggu, 23 Oktober 2016

Bunda Farhanah

SELAMAT HARI SANTRI

#onedayonepost






Comments

  1. Saya merinding membacanya. Ketika semangat jihad berkobar. Dengan menyebut "Allahu Akbar" serasa darah mengalir deras, mendidih, membakar semangat juang Indonesia.

    ReplyDelete
  2. Saya merinding membacanya. Ketika semangat jihad berkobar. Dengan menyebut "Allahu Akbar" serasa darah mengalir deras, mendidih, membakar semangat juang Indonesia.

    ReplyDelete

Post a Comment