Cerbung: Melati Di Taman Hati (4)

"Huuufft"

Hari yang melelahkan, Tia menghempaskan badannya di bangku taman perpustakaan. Dihirupnya oksigen dalam-dalam, lalu dikeluarkan karbondioksida pelan-pelan. Legaaa.


Pandangan Tia mengelilingi taman, mencoba memanjakan indera penglihatannya dengan merasai indahnya pemandangan hijau dan bunga-bunga yang bermekaran, setelah beberapa minggu ini hanya berkutat memandang kertas, buku dan tugas-tugas kuliah yang berderet. Hmmm segarnya, nikmat Tuhan manakah yang kau dustakan? bisik Tia pada dirinya sendiri.


Dilihatnya di seberang taman ada beberapa mahasiswa-mahasiswi sedang mengobrol, atau mungkin berdiskusi, mereka memegang buku dan laptop. Di sisi taman yang lain ada beberapa mahasiswa penyuka fotografi sedang berkumpul, salah seorang berdiri mengokang kamera yang diletakkan di tripod, mungkin sedang ada tutorial. Dan pemandangan yang  jamak terlihat di taman ini adalah mahasiswa-mahasiswi yang duduk santai sambil sibuk dengan buku masing-masing, namun ada juga beberapa orang yang asyik dengan gadgetnya.


Yah taman perpustakaan yang rindang, rapi dan bersih ini adalah taman multifungsi. Banyak hal bisa dilakukan disini.


Untuk sementara Tia bisa bernafas lega, semua tugas kuliahnya telah diselesaikan dan dikumpulkan tepat waktu, termasuk tugas esay tambahan dari pak Hadi. Yaaah, walau dengan tersaruk-saruk, membagi waktu antara bekerja dan kuliah.


Jadi, sepulang dari toko, Tia menulis tugasnya di kertas dan keesokan harinya, di sela-sela menjaga toko,,Tia mengetik tugasnya di komputer di toko roti bu Nana. Untunglah bu Nana mengijinkan Tia menggunakan komputer dan printer berikut kertasnya untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah. Entah bagaimana Tia berterima kasih pada bu Nana atas kebaikannya selama ini, tak jarang juga bu Nana memberinya uang tambahan di akhir bulan, untuk tambah-tàmbah uang jajan, begitu katanya. Yang pasti bisa dilakukannya sekarang adalah menjadi pegawai bu Nana sebaik-baiknya dengan melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Itu saja dulu.


Kini Ujian Akhir Semester hanya tinggal sepuluh hari lagi. Pekan depan merupakan pekan sunyi yang juga adalah pekan terakhir pelunasan SPP. Inilah sejatinya penyebab utama galau berkepanjangan bagi Tia. Sayang sekali kalau tidak bisa ikut UAS gara-gara SPP belum lunas.


"Hai, Tia, ngelamunin apa hayo, kok murung aja" Tiba-tiba Sari mengagetkan Tia. Tia gelagapan sejenak namun segera normal kembali. Entah kapan datangnya anak ini.


Sari duduk di sebelah Tia.


"Kamu ga kerja?" Tanya Sari kemudian.


"Kerjalah, ini kan masih jam satu" Jawab Tia, menggeser duduknya untuk memberi tempat pada Sari.


Sari membuka tasnya dan mengeluarkan 2 bungkus roti. Sebuah disodorkan ke Tia. "Ini buat kamu, ohya ini rotimu kan, tadi pagi aku mampir toko rotimu lho, dan membeli roti ini" kata Tia sambil meringis, karena menawarkan roti yang di beli di toko roti Bunda Brownies & Bakery, tempat Tia bekerja.


"Udah buat kamu aja, Ri, aku mah sehari-hari dah makan roti" Jawab Tia, menyengir lebar.


"Nah gitu donk tersenyum, kan cantik" Sari senang melihat Tia tersenyum lepas seperti ini. "Eh kenapa sih kamu akhir-akhir ini murung saja, Tia?"


"Apa tugas kuliahmu belum selesai?" Tanya Sari lagi, seakan menyelidik, kedua tangannya membuka sebungkus roti.


"Alhamdulillah tugasku selesai semua. Tugas terakhir tadi pagi aku kumpulkan, tugasmu gimana, Ri?


"Alhamdulillah selesai juga" Jawab Sari, mulutnya mulai sibuk mengunyah roti.


"Ohya kau belum jawab pertanyaanku, kenapa kau murung aja akhir-akhir ini" Tanya Sari lagi. "Kalau kau mau, kau bisa memceritakan padaku" Sari menatap Tia dalam-dalam mencoba mencari jawaban dari sorot mata Tia.


Tia  menghela napas, lalu balas menatap Sari, namun kemudian dibuangnya pandangannya ke taman.


Sejenak senyap menghampiri. Tia gamang untuk menceritakan masalahnya yang satu ini pada Sari. Meski Sari adalah sahabatnya paling dekat di kota Malang ini, hampir seperti saudara. Mereka saling bantu membantu dalam banyak hal.


Tia dan Sari sama-sama berasal dari keluarga tak mampu dari satu daerah yang sama yaitu Tasikmalaya Jawa Barat. Mereka sama-sama di ajak oleh seorang dermawan untuk melanjutkan sekolah di kota ini, tepatnya 6 tahun lalu. Mereka berdua baru lulus SD waktu itu.


Dengan seizin orangtua, berangkatlah Tia, Sari dan 6 anak lainnya menuju kota Malang dan di tampung di panti Asuhan Kasih. Panti Asuhan itu memang menampung anak-anak yang bersemangat untuk sekolah namun terkendala biaya. Anak asuh panti asuhan Kasih berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka semua dibiayai makan, minum, uang jajan, uang peralatan sekolah, uang transpor untuk pulang kampung setahun dua kali termasuk mudik lebaran pergi-pulang sampai biaya sekolah sampai tingkat SMA.


Jadi, Tia dan Sari sudah 6 tahun ada di kota Malang ini. Mereka melewati masa-masa SMP dan SMA di kota ini. Sehingga wajarlah bila mereka dekat.


Di antara 8 anak panti yang berasal dari Tasikmalaya itu, hanya Tia dan Sari yang melanjutkan kuliah. 6 lainnya ada yang pindah ke kota lain untuk mengadu nasib dan ada pula yang pulang kampung ke Tasik.


Namun karena panti hanya membiayai sampai tingkat SMA, maka mau tak mau Tia dan Sari harus bekerja untuk membiayai kuliahnya. Selain itu, mereka harus keluar dari panti, karena tentunya kamar mereka akan ditempati anak asuh baru.


Tia diterima bekerja di toko roti bu Nana, sedangkan Sari bekerja sebagai perawat seorang lansia.


"Eh kok malah melamun lagi" Sari menepuk punggung tangan Tia.


"Eh...eh iya Sari" Tia menjawab dengan tergagap. "emmm gini, Ri SPPmu udah lunas?"


"Alhamdulillah lunas, kenapa Tia? Apa kau belum lunas?"


Sari beruntung, karena dia tidak harus membayar biaya kos, karena dia mendapat kamar di rumah majikannya. Jam kerjanya mulai siang sampai malam. Jadi bisa menabung lebih banyak untuk mencicil biaya kuliahnya.


Selanjutnya, Tia menceritakan kegalauannya selama ini pada Sari.




Bersambung

#onedayonepost
#cerbung

Comments