Cerpen: Cinta Dalam Sunyi

   


Tak semua bisa dikatakan.


Aku selalu mengubur perasaan ini dalam palung hatiku, sebuah bagian jiwa paling tersembunyi. Paling aman untuk menyimpan rahasia.


Namun bagaimanapun apiknya aku menyimpan rahasia ini, sepertinya setiap inchi dari jiwaku telah mengendusnya. Bahkan menjadi rahasia umum yang desas-desusnya ramai terikut mengalir dalam darah, hingga jauh dan akhirnya menjamah seluruhku.


Ini sebenarnya sebuah rahasia yang sederhana saja.


Aku hanya ingin mengatakan bahwa menautkan perasaan tak semudah di angan.


Butuh perjuangan. Perjuangan ekstra untuk membangkitkan keberanian yang mendadak ciut, setiap kali berhadapan dengan senyum manismu.


Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku akan setia menunggumu, menunggumu menoleh padaku, menyambut uluran tanganku dan memeluķku hangat. Padahal aku menginsyafi bahwa kesempatan itu tak kan pernah ada. Raib tertiup angin.


Kalau sudah begitu, aku akan berlari menuju taman yang menghadap punggung gunung itu. Duduk bersandar pada pohon tua yang tabah berdiri bertahun-tahun menjaga taman kecil ini. Lalu aku akan menghitung guguran daunnya. Sambil menunduk dan menunjuk-nunjuk ke kedalaman jiwa, kenapa begitu lemah untuk mencabut sebuah bunga rasa yang lama bersemayam, tumbuh subur, namun berduri tajam menusuk perasaan.


Aku juga akan menatap danau. Menghirup angin danau yang bercampur segarnya aroma hutan di seberang sana. Air danau berkilauan tertimpa cahaya matahari menggoyang mesra teratai yang mengapung diatasnya. Aaahhhhchhh....aku pun berteriak. Mencoba meredakan gemuruh yang berderu di dalam rongga dada.


Aku akan terus menunggu dengan setia, entah sampai kapan. Mungkin sampai ujung waktuku. Tak peduli nasihat jiwa, atau tepatnya rutukan yang berkali-kali mengatakan bodohnya aku. Karena tak mampu berpaling dari mencintaimu. Meski aku tahu, kau tak pernah memilihku.


Malang, 20 Januari 2017


Bunda Farhanah


#onedayonepost
#prosaliris
#fiksibelaka

Comments

Post a Comment