Menyikapi Keriuhan Anak-anak Ketika di Masjid, Sebuah Catatan Harian



     
Gambar diambil dari Google
 
 
     Selalu saja ada hikmah yang bisa dipungut selepas Ramadhan. Ramadhan 1438 H yang baru saja berlalu ini adalah ramadhan pertama saya untuk kembali menikmati tarawih berjamaah di masjid dekat rumah setelah empat tahun tarawih sendiri (di rumah). Ini karena empat tahun terakhir adalah masa-masa hamil, melahirkan dan menyusui putra ketiga dan keempat secara berturut-turut. Memiliki dua bayi dalam waktu yang hampir berdekatan membuat saya memilih menunaikan sholat malam yang khusus ada di bulan ramadhan ini di rumah, apalagi saya juga tidak memiliki asisten untuk membantu merawat anak-anak. 

     Maka pada Ramadhan tahun ini ketika Ahfa (5 th) dan Averroes (2 tahun 11 bulan) telah bisa berkomunikasi dengan baik,  bila sedang tidak berhalangan saya mengajak dua bocah itu ke masjid untuk tarawih. Tentu kedua bocah itu terus saya wanti-wanti supaya tidak membuat kegaduhan di masjid, Alhamdulillah mereka mengerti. Saya memilih shaf paling belakang agar tidak mengganggu ibadah jamaah  yang lain juga untuk mengantisipasi bila anak-anak tiba-tiba ingin buang air kecil atau minta pulang. 

     Ternyata tidak hanya saya seorang yang datang ke masjid dengan membawa “rombongan”. Ada juga beberapa ibu yang “senasib dan sepenanggungan” bahkan diantara mereka ada yang membawa bayi berusia kurang dari satu tahun, ini sungguh warbiasyah. Ahfa dan Averroes pun langsung mendapat teman, anak-anak itu segera akrab dan bermain di serambi masjid. 

     Dari sini ada beberapa hal yang saya catat dan patut saya bagikan dalam tulisan ini, yaitu:

1.      Takmir masjid Ramadhan Griyashanta Malang, masjid terdekat dimana saya sekeluarga menunaikan sholat tarawih, tak pernah mempermasalahkan keberadaan anak-anak yang bermain di masjid. Meski terkadang anak-anak itu berteriak dan berlarian di serambi masjid yang bahkan suara mereka membahana ke seluruh masjid, tak sekalipun petugas takmir mengusir anak-anak itu.


2.  Demikian juga para jamaah yang lain, tak mempermasalahkan keberadaan anak-anak di sekitar masjid dengan segala keriuahan yang mereka ciptakan. Mungkin sekali-kali beberapa jamaah menegur supaya anak-anak itu merendahkan suara, namun tak ada hardikan, hanya teguran biasa saja. 

 3.  Ibu-ibu yang membawa anak-anak ke masjid, dengan penuh kesadaran memastikan bahwa anak-anak itu, terutama batita, dalam keadaan bersih dengan memakaikan diaper dengan rapat. Demi ketenangan ibadah, para ibu itu juga kompak memilih shaf paling belakang. 
   
     Memang demikianlah seharusnya sikap kita sebagai orang dewasa dalam menghadapi anak-anak ketika di Masjid. Sudah menjadi karakter anak-anak yang membuat riuh dengan teriakan atau tangisan dimanapun mereka berada, termasuk ketika di masjid. 

     Kalau kita menengok kitab-kitab hadist tentang bagaimana Baginda Nabi SAW memperlakukan anak-anak ketika di masjid, maka akan kita dapati bahwa Baginda Nabi sangatlah lembut. Seperti disebutkan dalam beberapa hadist berikut:

1. Sahabat Nabi yang bernama Syaddad ra meriwayatkan, bahwa Rasulullah datang – ke masjid- mau shalat Isya atau Zuhur atau Asar sambil membawa -salah satu cucunya- Hasan atau Husein, lalu Nabi maju kedepan untuk mengimami shalat dan meletakkan cucunya di sampingnya, kemudian nabi mengangkat takbiratul ihram memukai shalat. Pada saat sujud, Nabi sujudnya sangat lama dan tidak biasanya, maka saya diam-diam mengangkat kepala saya untuk melihat apa gerangan yang terjadi, dan benar saja, saya melihat  cucu nabi sedang menunggangi belakang nabi yang sedang bersujud, setelah melihat kejadian itu saya kembali sujud bersama makmum lainnya. Ketika selesai shalat, orang-orang sibuk bertanya, “wahai Rasulullah, baginda sujud sangat lama sekali tadi, sehingga kami sempat mengira telah terjadi apa-apa atau baginda sedang menerima wahyu”.  Rasulullah menjawab, “tidak, tidak, tidak terjadi apa-apa, cuma tadi cucuku mengendaraiku, dan saya tidak mau memburu-burunya sampai dia menyelesaikan mainnya dengan sendirinya.” (HR: Nasa’i dan Hakim).

 2. Hadis lain menceritakan, bahwa Rasulullah shalat, dan bila beliau sujud maka Hasan dan Husein bermain menaiki belakang Rasulullah. Lalu, jika ada sahabat-sahabat yang ingin melarang Hasan-Husein maka Rasulullah memberi isyarat untuk membiarkannya, dan apabila setelah selesai shalat rasulullah memangku kedua cucunya itu. (HR: Ibnu Khuzaimah).

   3. Abu Qatadah ra mengatakan: “Saya melihat Rasulullah saw memikul cucu perempuannya yang bernama Umamah putrinya Zainab di pundaknya, apabila beliau shalat maka pada saat rukuk Rasulullah meletakkan Umamah di lantai dan apabila sudah kembali berdiri dari sujud maka Rasulullah kembali memikul Umamah.” (HR. Bukhari & Muslim)

   4. Anas ra meriwayatkan, “Pernah Rasulullah shalat, lalu beliau mendengar tangis bayi yang dibawa serta ibunya shalat ke masjid, maka Rasulullah pun mempersingkat shalatnya dengan hanya membaca surat ringan atau surat pendek. (HR: Muslim)

     Maka sangat disayangkan jika ada beberapa oknum muslim yang mengusir anak-anak dari masjid. Bukankah dari masjidlah anak-anak mengenal apa dan bagaimana sholat itu? Juga bagaimana bisa kelak anak-anak mencintai masjid jika diusir dari masjid? 
     


     Jika suatu masa kelak kamu tidak lagi mendengar bunyi bising dan gelak tawa anak-anak riang diantara shaf-shaf sholat di masjid-masjid maka sesungguhnya takutlah kalian akan kejatuhan generasi muda kalian masa itu. (Sultan Muhammad Al-Fatih, penakluk konstantinopel)



Wallahua'lam

Malang, 30 Juni 2017/ 6 Syawal 1438 H

Bunda Farhanah

Comments

  1. Beberapa kali saya shalat di Masjid Ramadhan. Khususnya kalau ada kajian-kajian dengan pemateri dari luar kota.

    ReplyDelete

Post a Comment