Penaklukkan Konstantinopel (5): Profil Muhammad Al-Fatih


Keluarga

Muhammad bin Murad adalah nama lengkap dari Sultan Muhammad Al-Fatih. Al-Fatih adalah gelar yang disematkan atas prestasinya menaklukkan Konstantinopel.

Muhammad lahir di Edirne (Ibukota Turki Utsmani saat itu) pada tanggal 30 Maret 1432. Ia adalah putra ketiga Sultan Murad II dengan Valide Sultan Huma Hatun. Sultan Murad II adalah sultan keenam dari kekhalifahan Utsmani. Kedua kakak Al-Fatih adalah Ahmet dan Ali. Sayang, kedua kakak Al-Fatih  itu wafat di usia muda.


Masa Kepemimpinan

Sultan Muhammad bin Murad II naik tahta pada 1446 di usia 12 tahun. Ayahnya sendiri yang menginginkan Muhammad untuk naik tahta meski usianya masih muda belia. Karena Sultan Murad II lebih berminat pada agama dan ilmu pengetahuan daripada politik.

Diangkatnya Muhammad menjadi sultan pada usia semuda itu menimbulkan pro dan kontra di antara petinggi Utsmani. Semakin hari, pihak yang kontra itu semakin banyak dan menuntut Muhammad turun tahta. Mereka menganggap, Muhammad belum layak memimpin. Akhirnya dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1446, Muhammad turun tahta dan ayahnya (Sultan Murad II) kembali naik tahta sampai mangkat pada 1451.

Setelah kematian ayahnya, Muhammad kembali dilantik menjadi Sultan. Ia memerintah sampai tiba kematiannya pada tahun 1481.


Hafal 30 juz Al-Quran Pada Usia 8 Tahun

Hadits Nabi yang menyatakan bahwa kelak Konstantinopel akan jatuh pada kaum muslimin, menjadi sayembara yang menyemangati pemimpin-pemimpin Islam untuk menaklukkannya. Telah banyak mujahid berguguran di depan tembok Konstantinopel. Mulai dari masa kekhalifahan Bani Umayyah, Abbasiyah sampai Utsmaniyah, berlomba-lomba untuk menjadi penakluk Ibukota Imperium terbesar di muka bumi itu.

Semua sultan Utsmaniyah (para kakek dan ayah dari Muhammad) selalu menargetkan bahwa Konstantinopel akan jatuh pada masa kepemimpinannya. Hal ini menyebabkan Muhammad juga bercita-cita untuk menaklukkan kota dengan tembok tingginya yang legendaris.

Clue yang dinyatakan Nabi bahwa pemimpin yang menaklukkan Konstantinopel adalah sebaik-baik pemimpin, membuat Al-Fatih menyiapkan diri sejak belia. Tidak hanya persiapan secara fisik saja, namun secara menyeluruh termasuk persiapan ruhaniyah, ilmu dan tak lupa strategi perang.

Muhammad dikirim oleh ayahnya ke kota Amasya untuk belajar pada ulama-ulama tersohor pada masanya. Dua diantaranya adalah Syeikh Ahmad Al-Qurani dan Syeih Aaq Syamsudin. Muhammad belajar dengan semangat pada semua guru-gurunya.

Pada usia delapan tahun, Muhammad telah hafal Al-Quran 30 juz dibawah bimbingan Syeikh Ahmad Al-Qurani. Setelah itu dia belajar ilmu pengetahuan pada Syeikh Aaq Syamsudin.


Memiliki Perpustakaan Pribadi yang Berisi Ribuan Buku

Muhammad sangat mencintai membaca. Ia memiliki perpustakaan yang dibawa ke mana pun pergi. Ketika dikirim ke Amasya untuk belajar, Muhammad membawa serta perpustakaannya. Begitu juga ketika kembali ke Edirne setelah dilantik menjadi sultan, perpustakaan itu dibawanya kembali.

Muhammad melahap berbagai bahan bacaan. Mulai agama, politik, sejarah, sastra, sains sampai strategi perang. Dalam waktu singkat, Muhammad telah menguasai enam bahasa. Dan bahan bacaan yang paling diminati adalah sejarah.

Melalui sejarah, Muhammad dapat mengetahui usaha apa yang telah dilakukan kaum muslimin sebelumnya, dalam menaklukkan kota Konstantinopel demi memenuhi janji Rasulullah. Sejak belia, berdasarkan fakta sejarah yang dipelajarinya, Muhammad menyusun strategi perang. Ia menguji coba berbagai strategi, temasuk rancangan senjata, melalui sebuah miniatur untuk mengepung Konstantinopel. Strategi-strategi itu ia simpan sampai tiba waktunya kelak digunakan. Bahkan untuk mematangkan strategi itu, bersama seorang temannya, Muhammad remaja pernah menyusup ke Konstantinopel dengan menyamar sebagai pedagang. Dengan begitu, Muhammad memiliki gambaran yang lebih nyata tentang keadaan kota itu.

Cara ini terbukti ampuh. Kelak ketika tiba masanya, pada usianya yang ke 21, Muhammad dan pasukannya berhasil  menaklukkan Konstantinopel dan mengakhiri riwayat Imperium Romawi yang berkuasa berabad-abad lamanya.

Selalu Menjaga Spirit Ghazi

Tak hanya ilmu pengetahuan dan agama yang dilahap habis. Muhammad juga menjaga spirit Ghazi (kesatria). Ia belajar memanah, menembak, menggunakan pedang sampai berkuda. Ketika menginjak usia belasan, Muhammad telah mahir memainkan pedang dan memanah tepat sasaran.

Kelak kemampuan ini sangat berguna ketika ia memimpin pasukan di medan perang. Pada perang penaklukkan Konstantinopel, Muhammad lawan tanding langsung dengan Kaisar Connstantine dan berhasil menumbangkan pemimpin Romawi itu dengan pedangnya.

Tak Pernah Meninggalkan Salat wajib Sejak Masuk Usia Baligh

Selain mempersiapkan diri secara fisik dan ilmu, Muhammad menempa ruhaniyahnya dengan menjaga keistiqomahan salat wajib secara berjemaah.

Sejarah mencatat, bahwa Muhammad Al-Fatih tak pernah meninggalkan salat wajib berjemaah, salat rawatib, salat tahajjud sejak masuk usia baligh.


Beberapa poin itulah yang menjadi alasan terpilihnya Muhammad al-Fatih sebagai pemimpin yang sebaik-baik pemimpin.


Semoga kita bisa meneladaninya.


Tulisan sebelumnya




 

Comments

Post a Comment