Berempati Pada Korban MARITAL RAPE/Perkosaan Dalam Pernikahan


"Kok, bisa, sih, ada suami memperkosa istri sendiri!"
"Padahal enak banget diperkosa suami!"
"Aku malah minta diperkosa suami."

Itu adalah sebagian komentar-komentar (dan sayangnya terkesan bernada candaan) terkait pemberitaan tentang salah satu pasal dalam RUU yang lagi hangat diperbincangkan. Pasal itu berbunyi, intinya, jika ada suami memperkosa istri, maka dihukum (maksimal) 12 tahun penjara. 

Sebenarnya bila tidak sedang untuk "mencandai", maka komentar-komentar tersebut tidak salah. Malah bagus bila kita "minta" duluan pada suami. Beberapa ulama dalam kitabnya bahkan mengatakan bahwa pahala besar akan diberikan pada istri yang "menggoda" duluan pada suaminya.
Tapi ini kan konteksnya sedang membahas tentang Perkosaan Suami Terhadap Istri. Semoga kita bisa ambil pelajaran.

Mungkin akan ada yang mengatakan: lucu banget, diperkosa kok sama suami sendiri, mau gimana-gimana juga udah halal. 

Memang benar sudah halal. Iya kalau "pemerkosaannya" pemerkosaan genit manja, untuk variasi seks yang bikin nagih demi menjaga keharmonisan Rumah Tangga, setujulah Awak. Tapi kalau menyiksa?

Mak, saya tidak sedang membahas atau apalah terkait RUU tersebut. Bukan kapasitas saya itu. Kapasitas saya sebagai warga negara yang baik hanyalah menyimak sambil membaca literatur terkait. Apa sih yang dimaksud dengan frasa: Suami memperkosa istri? Biar tidak gagal paham, sebab lazimnya istilah perkosaan  dinisbahkan pada pemaksaan hubungan seks terhadap pasangan di luar pernikahan.

Begini, Mak. Sebelum lanjut, pertama kita harus banyak bersukur jika suami kita "aman" dan paham bagaimana cara menghormati, menghargai dan menyayangi istrinya. Suami yang mengerti akan prinsip kesalingan dalam Rumah Tangga. Alhamdulillah banget. Dijaga baek-baek suaminya ya, Mak.

Tapi peristiwa perkosaan yang terjadi dalam bingkai pernikahan itu ada, Mak. Namanya adalah Marital Rape. Di Indonesia, istilah ini memang belum banyak dikenal.

Pemahaman bahwa pernikahan berarti mengizinkan untuk berhubungan seksual secara legal atau halal adalah pemahaman yang benar. 

Namun jika pemahamannya melenceng sehingga seakan-akan suami atau (terutama) istri harus menjadi alat pemuas nafsu seks saja, itu kebablasan.

Jadi, kondisi perkosaan dalam pernikahan merupakan kejadian di mana suami atau istri memaksakan untuk berhubungan seksual dengan pasangannya di saat pasangan tersebut sebenarnya menolak. Aksi memaksa inilah yang kemudian dianggap sebagai tindakan memerkosa.

Banyak orang yang menyangka, bahwa Marital Rape itu untuk kasus-kasus di mana istri menolak bercinta karena sedang capek, lelah, sakit, badmood dan semacamnya. 

Bukan itu sebenarnya. Lebih ngeri kalau saya bilang. Agar jelas, kita pakai contoh saja.

Ada seorang istri sedang masa nifas, lalu suami datang minta jatah tanpa melihat keadaan istrinya. Ia memaksa istri melayani. Akibatnya bisa ditebak. Keadaan istri yang belum sehat benar sehabis melahirkan semakin memburuk bahkan pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit. 

Contoh lain. Ada juga suami yang minta dilayani, tapi harus menyiksa istrinya terlebih dahulu. Jika sang istri semakin menolak, ia semakin bernafsu untuk menghajarnya. Setelah melihat istri tersiksa, barulah ia menyetubuhinya. 
Biasanya, pada kasus ini, sang suami terindikasi memiliki kecenderungan seks yang aneh (Naudzubillah tsumma naudzubillah).

Dua contoh di atas ada, Mak. Dan ini jelas masuk kategori pemerkosaan. Bisa meninggalkan trauma mendalam bagi istri, lho. Tidak hanya trauma fisik, tapi juga psikis. Bahkan ada istri korban Marital Rape yang sampai mengalami Vaginismus. 

Apa itu Vaginismus? adalah trauma pada vagina sehingga mengalami disfungsi. Vagina akan mengetat atau mengejang apabila mengalami sentuhan. Bahkan jika dipenetrasi, akan tertutup sama sekali.

Tapi sekali lagi, akibat ketidaktahuan dan kurangnya kesadaran, karena menganggap melayani pasangan adalah kewajiban, kasus-kasus seperti ini jarang dilaporkan dan muncul ke permukaan. 

Maka dari itu, mari kita tumbuhkan empati. Minimal tidak menyebarkan komentar atau meme yang katanya lucu tapi sebenarnya adalah ironi.  Karena memang korban  Marital Rape itu ada.

Lalu bagaima sikap kita terhadap pelaku Marital Rape? Menurut saya, kita harus empati juga. Bukankah dia bisa disebut "sakit". Konon, di kesehariannya, pelaku tampak biasa saja. Bila tak dapat memberi solusi lebih konkrit, minimal kita bisa langitkan doa terbaik untuknya.

Teriring doa, semoga kita, anak-cucu kita dan seluruh bangsa ini selalu dalam perlindungan Allah dan diselamatkan dari segala marabahaya. Aamien.


Buku ini keren, ada menyinggung prinsip kesalingan dalam Rumah Tangga


Comments

Post a Comment