Tasawuf itu Sederhananya Begini...

Mohon dibaca sampai tuntas, tolong dikoreksi bila ada kekurangan atau kesalahan.

Almarhumah Ibu saya, setiap tahun hampir selalu mengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf. Bagi sebagian umat Islam, kajian Tasawuf dianggap sebagai kajian tingkat tinggi. Mungkin karena sasaran kajian tasawuf sudah merambah pada inti, cinta dan hakikat.

Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu dari sekian banyak ilmu yang berkembang dalam Islam. Secara umum, tasawuf adalah ilmu yang mempelajari bagaimana membersihkan dan menyucikan hati, menjernihkan dan memperbagus akhlak lahir dan batin untuk menuju/ mendekatkan diri kepada Allah demi mendapat cinta dan ridho-Nya sehingga didapatlah kebahagiaan hakiki

Secara sederhana, Tasawuf  itu bagai dua keping mata uang dengan  tazkiyatun nafs. Halah apa lagi itu?  :D
Tazkiyatun nafs, adalah bagian dari kajian tasawuf. Yaitu menyucikan jiwa dari hal-hal yang tidak terpuji.
Tahu istilah main hati, kan? Tasawwuf bisa juga dikatakan demikian,  main hati, yang artinya memaksa hati dan jiwa untuk terlibat, merasuk dalam setiap tindakan baik yang hablum minallah, lebih-lebih hablum minannas.

Secara tertulis, Tasawuf memang baru dirumuskan menjadi sebuah cabang ilmu pada abad 3 Hijriyah. Pada era tersebut, banyak sekali ulama yang mulai menulis kitab-kitab tentang Tasawuf. Adapun Imam Junaid Al-Baghdadi merupakan ulama pertama yang merumuskan ilmu tasawuf. Banyak ulama Tasawuf yang datang kemudian, mengambil dasar-dasar dari Ijtihad Imam Junaid. Pada abad 4 H ada Imam Al-Ghozali dengan kitabnya yang terkenal Ihya' Ulumuddin. Kemudian Imam Atho'illah pada abad 7 H dengan salah satu kitabnya yang masyhur, Al-Hikam.

Meski demikian, amalan dalam Tasawuf ini, yaitu bersungguh-sungguh dalam menyucikan jiwa, memperbagus akhlak, tentu sudah diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah, para shahabat maupun tabiin.  
Bukankah Rasulullah sendiri telah bersabda bahwa beliau diutus tak lain untuk menyempurnakan akhlak?

Rasulullah, shahabat, Tabiin, lebih mementingkan urusan akhirat daripada urusan dunia, walaupun mereka tetap tak meninggalkan suatu kewajiban urusan dunianya. Ingatkah anda pepatah Taruhlah harta di tangan, jangan di hati? Pepatah ini sangat terkenal di kalangan sufi sebagai pengingat agar tidak cinta dunia. Tahu tidak siapa yang pertama kali mengatakan pepatah tersebut? Sayyidina Ali Bin Abi Thalib, salah satu shahabat utama. Jadi memang praktek tasawuf sudah bukan barang baru dalam Islam. 

Sedangkan salah satu tokoh sufi terkenal dari kalangan Tabiin adalah Robiah Adawiyah. Ohya, Sufi adalah sebutan untuk orang (pejalan/salik) yang mengamalkan ajaran tasawuf. Biasanya disematkan pada mereka yang maqomnya (kedudukan) telah mencapai kedekatan dan kecintaan yang tinggi pada Allah. 

Kira-kira sampai sini bisa dipahami kan, ya?

Nah, dalam Tasawuf  ada empat tingkatan maqom. Sebuah tingkatan menjadi pondasi untuk tingkatan berikutnya. 
Empat  tingkatan itu yaitu:

1. Syariat
2. Thoriqot
3. Hakikat
4. Makrifat


1. Syariat.

Syariat adalah ilmu dhohir. Setiap  yang ingin menuju Allah, mula-mula harus melalui tahapan ini. Tak ada maqom hakikat yang mengabaikan tingkatan syariat. Tak ada maqom berikutnya bila tidak melewati maqom sebelumnya.

Seseorang harus membekali dirinya dengan ilmu tentang perintah dan larangan Allah yang termaktub dalam ilmu syariat atau fikih. Syahadat, wudhu, salat, puasa, sedekah, bisa membedakan mana yang halal mana yang haram, mengetahui sah atau tidaknya sebuah ibadah, hal-hal yang menyebabkan batalnya wudhu dan lain-lain dan sebagainya seperti yang tercantum dalam ilmu fikih. 

Makanya agak bingung bila ada orang yang mengaku dekat dengan Allah tapi tidak salat. Misalnya, ada seseorang ketika tiba waktu Salat Jumat tapi tidak salat padahal tidak ada udzur syar'i, hanya saja dia mengatakan bahwa ruhnya telah salat di Mekkah meski jasadnya di sini. Nah terhadap orang yang begini kita tentu tidak boleh percaya.

2. Thariqat

Thariqat adalah ilmu batin yang melengkapi ilmu syariat (dhohir).  Pada fase ini seorang sudah mulai:

a. Bersunguh-sungguh menyucikan jiwa dan memperbagus akhlak dalam memaknai  dan menjalani amalan fikih.

Contoh sederhana, solatnya laki-laki itu sudah sah meski hanya mengenakan penutup mulai atas pusar sampai lutut. Tapi secara akhlak atau etika kan kurang. Sebaiknya kalau salat, menghadap Allah pakailah baju terbaik yang kita punya.

Contoh lain, mau berangkat ngajar atau menghadiri taklim (dua hal ini kan tujuannya bagus) Tapi kok menerabas lampu merah, kan lucu. 

Atau misalnya dalam hal sedekah. Rasulullah bersabda jika memasak sesuatu maka perbanyaklah kuahnya. Tujuannya, supaya bisa berbagi dengan tetangga. Maksud hadis ini adalah menekankan sangat pentingnya berbagi. Terutama kepada tetangga yang sehari-harinya hidup berdampingan dan bergaul dengan kita.  Tapi kan ya lucu misalnya memberi tetangga hanya kuahnya saja. Bagusnya dikasih kuah yang penuh dengan isi plus nasi dan kerupuk.

Dan banyak contoh lain yang sering kita temui sehari-hari. Sesuatu yang baik yang sudah terbiasa dilakukan tapi sayang tanpa sadar (atau sadar) kita telah mengotorinya dengan hawa nafsu. Seperti contoh yang mau berangkat ngaji atau jumatan, tapi  kok nerabas lampu merah.  

b. Menguatkan husnudzon sekaligus mengurangi suudzon/syak wasangka baik terhadap Allah maupun sesama manusia. 

Pokoknya selalu melatih diri berpikir dan berkata yang baik-baik. Ini sudah mulai tinggi tahapannya.  

Contoh sederhana dalam bab sombong. Suka nonton ngaji Gus Baha di Youtube, yang ngaji Kitab Al-Hikam?

Siapa yang menuduh orang lain sombong, maka sesungguhnya dialah yang sombong.
Misalnya anda bertemu seorang berbaju mewah lalu anda membatin, "Wih Sombonge, mentang-mentang klambi anyar atau mentang-mentang begini-begini..."
Ternyata dalam Al-Hikam, yang sombong itu justru anda.
Kok bisa? lha wong yang pakai baju mewah dia? Ya karena suudzon anda-lah yang menjadikan status sombong melekat pada diri anda. Dengan menuduh orang lain sombong, anda merasa tidak sombong kan? yang otomatis anda merasa lebih baik dari dia. Merasa lebih baik dari orang lain adalah kesombongan yang nyata. 
Nah bukannya ini sudah kajian tingkat tinggi?

Jadi bagaimana dong, kalau ada orang yang riwa-riwi di depan kita hari ini memakai baju baru, besok juga begitu dst...Apa tidak jengah? Yah kalau merasa sulit untuk ikut berbahagia atas rejeki orang lain, maka minimal diam saja.  

3. Hakikat

Hakikat adalah ilmu batin yang sudah lebih tinggi dari thariqat. Hakikat atau haq maknanya kebenaran yang wujudnya dapat dilihat berupa kejujuran, keadilan, cinta kasih, cinta damai dan akhlakul karimah lainnya.

Pada tingkatan ini orang telah memahami makna ibadah yang dilakukan, misalnya salat mencegah kemunkaran, makna berzakat, makna berpuasa, makna berhaji.
Serta sudah memahami dan menyadari bahwa hidup dan mati adalah milik Allah. Tidak ada milikku, tidak ada milikmu - Semuanya milik Allah. 


4. Makrifat

Makrifat adalah ilmu batin yang melengkapi hakikat. Asal katanya arofa artinya tahu: kenal pada Sang Pencipta. Pada tahap ini, Batin sudah dekat dengan Allah. Semua gerakannya lillahitaala. 

Contohnya adalah ucapan Robiah Adawiyah: Ya Allah sesungguhnya aku menyembahMu karena Engkau layak disembah, bukan karna takut surga atau neraka.


***
Semakin meluasnya Tasawuf sebagai cabang ilmu dalam Islam maka semakin banyak yang tertarik ingin mempelajarinya. Terutama sejak Imam Al-Ghozali menghalalkan setelah banyak yang mengatakan bahwa Tasawuf itu sesat. 

Sesuai perkembangan zaman juga semakin banyak yang ingin ikut mengamalkan, yang biasanya orang mengamalkan Tasawuf secara sendiri-sendiri, maka dibentuklah kelompok-kelompok untuk mengamalkan secara bersama-sama. Kelompok ini dinamakan Tarekat. Adapun tarekat yang besar dan banyak pengikutnya salah satunya adalah Tarekat Naqshanbadiyah.

Orang awam seperti kita bisa juga mengamalkan (secara personal). Mengutip apa yang pernah disampaikan salah satu almarhum paman saya, beliau pernah berkata (dalam bahasa Jawa), redaksinya kira-kira seperti ini: Mendekati Allah dengan cara sederhana, mengamalkan syariat dengan baik dan melengkapi dengan akhlak yang bagus. Waktunya salat ya salat, kalau bisa berjamaah. Waktunya puasa ya puasa, waktunya zakat ya zakat, waktunya sedekah ya sedekah, zikir ya zikir, salawat ya salawat. Kalau diundang datang, kalau ada kerabat sakit ya dijenguk, tidak menyakiti orang, tidak maksiat, patuh pada orangtua, menghormati guru, menyayangi yang lebih muda  dan sebagainya dan sebagainya. Bila ikhlas dan bersungguh-sungguh, maka inshaallah biidznilah lama-lama akan sampai juga pada maqom hakikat bahkan makrifat. 

Wallahua'lam. 

Terimakasih sudah membaca.

Comments

Post a Comment