Pendidikan Islam di Malang, Menelusuri Jejak Karya dan Pemikiran Kyai Tholhah


Pendidikan Islam di Malang, Menelusuri Jejak Karya

dan Pemikiran Kyai Tholhah

Oleh: Nazlah Hasni

Disampaikan pada Lomba Penulisan Eko-Sosio-Kultural Lokal Kota Malang Dalam Perspektif Historis Tahap Lanjutan



“Pendidikan Islam harus mampu mengembangkan potensi-potensi fitrah peserta didik agar mampu menguasai kompentensi-kompentensinya dan menghadapi tangtangan zaman sebagai makhluk Tuhan yang diunggulkan (Fii ahsani taqwim) serta tidak mudah tergerus ideologi Barat.” (Prof. Dr. KH. Muhammad Tholhah Hasan, 1936-2019)

Salam… Pembaca yang budiman.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat dan rahmatNya jua-lah tulisan ini bisa ada di hadapan Anda. Di sini, Saya masih setia untuk menulis tentang Eko Sosio Kultura lokal Malang dari sisi Ulama dan Santri-nya karena keduanya memang berkait-kelindan dengan kota ini. Pada essay sebelumnya, saya telah menulis panjang kali lebar tentang Masjid Sabilillah Blimbing sebagai monumen perjuangan Ulama dan Santri. Maka, kali ini izinkan saya menulis tentang sosok santri kebanggaan kota ini~sebuah ketawadhu’an, meski telah dipanggil Kyai, seorang Kyai tetaplah seorang santri~ yang dikenal sebagai pakar pendidikan Islam, Prof. Dr. KH. Muhammad Tholhah Hasan.  

Profesor Dr. KH. Muhammad Tholhah Hasan memang telah berpulang pada 29 Mei 2019 yang lalu. Tapi jejaknya masih dan akan selalu terendus kuat. Khususnya di bidang pendidikan Islam. Banyak peninggalan dan karya sang Kyai yang tersebar di penjuru Kota ataupun Kabupaten Malang. Baik berupa yayasan pendidikan maupun buku-buku yang bermanfaat, wa bil khusus bagi umat Islam di Kota maupun Kabupaten ini. Juga bagi umat Islam di Indonesia, pada umumnya, karena Ulama asal Malang ini telah menjelma sebagai tokoh Nasional.

Umumnya, sebagian masyarakat kita, memandang bahwa sosok Kyai adalah orang tua (sepuh) yang berkutat di pesantren saja dengan tumpukan kitab-kitab klasik. Tapi tidak dengan Kyai Tholhah, begitu biasa disapa semasa hidup. Ia dikenal sebagai ulama dan intelektual muslim yang dapat terjun langsung dalam kehidupan masyarakat secara global. Pemikirannya pun visioner dan utuh. Mampu menguasai dan menggabungkan bidang ilmu agama dan umum yang memang dibutuhkan dalam rangka mengikuti tuntutan zaman.

Ini tampak sekali dari jejak peninggalan Sang Kyai. Di antaranya adalah Masjid Sabilillah Blimbing Kota Malang yang sudah saya tulis pada essay sebelumnya. Ya, Kyai Tholhah, bersama beberapa Ulama sepuh nan kharismatik Malang saat itu di antaranya KH. Nachrowi Tohir (salah satu pendiri NU) dan KH. Masjkur (guru sekaligus mertua), merupakan salah satu dari pendiri Yayasan Masjid Sabilillah. Bahkan sampai akhir masa hidupnya, Kyai Tholhah masih tercatat dan aktif sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid Sabilillah.

Baca juga: Masjid Sabilillah Blimbing, Monumen Perjuangan Ulama dan Santri yang Tak Takut Mati.

Selain Yayasan Masjid Sabilillah yang kemudian mendirikan Lembaga Pendidikan Islam Sabilillah, ada Yayasan Unisma yang menaungi Universitas Islam Malang (Unisma) dan Rumah Sakit Unisma di mana keduanya berlokasi di Dinoyo Kota Malang. Lalu ada Yayasan Lembaga Pendidikan Al-Maarif Singosari Kabupaten Malang dan Yayasan Sa’adatu ad-Daaroin Kota Batu. Tidak cukup di Malang Raya saja, di Pekanbaru tercatat ada Yayasan bernama Pondok Pesantren Ummatan Washatan yang didirikan dan dibina Kyai Tholhah.  Begitu juga di Perpustakaan Masjid Raya Batam yang kini menjadi kebanggan warga di sana.

Kyai Tholhah juga mengasuh majelis-majelis taklim yang merupakan perwujudan pendidikan non formal untuk masyarakat luas. Sepanjang hidupnya beliau rajin mengisi kajian keagamaan dan pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, HMI, PMII maupun organisasi atau lembaga lainnya. Tanpa pilih-pilih.

Contohnya adalah kajian kitab Ihya Ulumuddin yang rutin diselenggarakan Jumat pagi untuk khalayak di Masjid Besar Singosari, atau Kajian Kitab Shohih Bukhori di rumah beliau. Juga di Masjid Unisma, setiap Selasa malam. Saya sendiri, belum pernah sekali pun mengikuti kajian yang diampu almarhum Kyai Tholhah. Ini yang saya sesali. Namun kini saya berusaha dan bersemangat  mengikuti kajian kitab-kitab hadis maupun tafsir yang diselenggarakan Yayasan Masjid Sabilillah tiap Senin, Selasa dan Kamis pagi. Doakan semoga istiqomah.

Kyai Tholhah juga meninggalkan karya berupa buku-buku, maupun jurnal  yang lahir dari renungan dan pemikiran yang mendalam. Ada lebih dari 10 judul buku yang ditulis oleh Kyai Tholhah. Beberapa judul di antaranya adalah: Dinamika Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Pendidikan Multikultural Sebagai Opsi Penanggulangan Radikalisme, Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan Zaman.

Peninggalan~warisan karya~itu, bisa ditelusuri untuk kita pungut keteladanan yang terkandung di dalamnya. Maka dalam essay ini, saya mencoba menulusuri jejak karya maupun pemikiran Kyai Tholhah, Kyai multitalenta kebanggaan warga Malang.  Yuk kita mulai.

I.                   Mengenal  Sosok KH. Muhammad Tholhah Hasan

“Pendidikan merupakan nyawa dari peradaban, dan sampai sekarng tidak ada satu negara pun yang tidak berusaha secara serius untuk memajukan pendidikannya sesuai dengan tantangan yang dihadapinya.” (Prof. KH. Muhammad Tholhah Hasan, 1936-2019)

Tak kenal maka tak sayang. Begitulah kata pepatah. Maka sebelum lanjut untuk menelusuri jejak karya dan khazanah pemikiran Kyai Tholhah, ada baiknya kita “kenalan” lebih dahulu dengan sosok beliau.

Sebagai warga Malang, terutama yang muslim, sudah seharusnya kita mengenal sosok Kyai Malang yang alim-allamah, pakar dalam pendidikan Islam yang memiliki reputasi internasional ini. Bagaimana masa kecilnya? di mana sekolah atau mondoknya? dan beberapa poin penting lainnya.

Saya dan suami sama-sama pendatang di kota ini. Ketika tiba di sini untuk menuntut ilmu pada tahun 1997, saat itu Kyai Tholhah menjabat Rektor Unisma. Saya tahu, karena setiap hari melewati kampus tersebut.  Lalu reformasi bergulir dan naiklah Gus Dur menjadi Presiden. Saya juga tahu bahwa Kyai Tholhah masuk dalam jajaran kabinet Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Agama.

Jujur, sebelum ini, sebatas itu pengetahuan saya terhadap sosok kharismatik nan bersahaja ini. Maka dengan menulis essay ini, besar harapan, khususnya untuk saya pribadi, agar lebih mengenal sosok dan pemikiran sang Kyai untuk kemudian dapat meneladaninya, semoga.

Kyai Tholhah lahir pada Sabtu Pon, di salah satu kota pesisir utara Jawa Timur, Tuban pada 10 Oktober 1936. Ayahnya bernama Tholhah dan ibu Anis Fatma. Beliau adalah anak pertama dari dua bersaudara yang telah ditinggal wafat oleh ayahnya ketika masih kanak-kanak. Adik Kyai Tholhah bernama Afif Najih.

Nama asli Kyai Tholhah adalah Muhammad Affan Mufti. Namun sejak ikut kakek dan neneknya di Lamongan paska kematian sang ayah, sang kakek mengganti nama itu dengan Tholhah.  Jadilah kemudian, ia dikenal dengan nama Muhammad Tholhah Hasan (Hasan diambil dari nama sang Kakek).

Kecintaan ilmu telah terlihat sejak Tholhah kecil. Meski hidup dalam keadaan serba prihatin dan kekurangan, Tholhah kecil memiliki kemauan keras untuk sekolah. Sesuatu yang terasa mewah saat itu. Sebagian besar masa kecil hingga remaja, dihabiskan Kyai Tholhah untuk belajar di lingkungan berbasis religius. Baik itu ilmu-ilmu  agama atau umum. Menjalani pendidikan dasar di Sekolah Rakyat di Brondong Lamongan sekaligus Madrasah Diniyah di Sedayu Lawas Lamongan saat sore. Untuk kedua sekolah yang berbeda ini, Tholhah lulus 1949. Setelah itu langsung nyantri. Awalnya di PP. Tambak Beras Jombang (KH. Wahab Hasbullah), tapi hanya enam bulan. Setelah itu pindah mondok ke Tebuireng selama enam tahun. Tholhah muda menyelesaikan pendidikan tingkat Tsanawiyah dan Aliyah di Pondoknya Hadratussyaikh Hasyim Asyari ini, lulus tahun 1956.

Berasal dari keluarga sederhana, seringkali Tholhah mendapati kiriman dari orang tuanya tersendat. Tapi keadaan ini tak membuat Tholhah putus harapan. Ia mengakali keadaan ini dengan menjadi khodam (pelayan) para santri yang berasal dari keluarga kaya. Memasak dan mencuci untuk mereka. “Santri-santri anak orang kaya saya tempel. Saya memasak untuk mereka, sebagai imbalannya saya minta makan pada mereka.” Begitu tutur Kyai Tholhah seperti yang tertulis dalam buku Kyai Multitalenta, Sebuah Oase Spiritual KH. M. Tholhah Hasan.

Selama mondok di Tebuireng, Kyai Tholhah bersama lima orang santri lainnya seangkatan, mendapat kesempatan istimewa untuk takhassus tafsir dan hadist di bawah bimbingan langsung KH. Idris dan KH. Adlan. Kedua Kyai tersebut adalah ulama alim-allamah pengasuh Pondok Tebuireng penerus Almaghfurlah KH. Hasyim Asyari.

Kenapa kesempatan itu disebut istimewa? Dalam buku Kyai Multitalenta, Sebuah Oase Spritual KH.M. Tholhah Hasan karangan Prof. Dr. H Nasaruddin Umar, disebutkan karena kedua masyayikh (guru) itu, tiap tahunnya hanya menyeleksi beberapa orang santri saja dari ratusan santri di PP. Tebuireng untuk belajar tafsir dan hadis secara lebih khusus dan mendalam. Hanya santri yang mempunyai kelebihan yang terpilih. 

Selepas dari Pondok Pesantren Tebuireng, Tholhah hijrah ke Malang. Di kota ini, kecintaannya pada dunia pendidikan semakin terpatri dalam jiwa. Impian mengenyam pendidikan tinggi juga terkabul. Ia melanjutkan pendidikan sarjana muda di Universitas Merdeka Malang lulus 1966. Gelar sarjana lengkap diperoleh dari Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan (sekarang Fakultas Ilmu Administrasi) UB tahun 1973.

Sedangkan pengalaman mengajar telah dimulai saat masih nyantri di Tebuireng. Tholhah muda sudah sering mengajari teman-temannya sesama santri yang kesulitan dalam pelajaran tertentu. Dan ketika kemudian didapuk menjadi  pengurus pondok, Tholhah semakin sering melaksanakan tugas mengajar tersebut dalam konteks yang setingkat lebih resmi.

Kyai Tholhah Hijrah Ke Malang

Saya menilai bahwa hijrahnya Kyai Tholhah ke Malang memiliki cerita tersendiri yang menarik. Adalah KH. Masjkur, Kyai asal Malang, Panglima Besar Laskar Sabilillah yang berani mati membela kedaulatan negara, datang ke Tebuireng mencari santri Tholhah. Ini terjadi pada medio 1958. Tholhah yang saat itu sedang berada di gothakan tersentak kaget, ada apa gerangan tokoh kharismatik itu mencarinya?  Bergegas Tholhah muda menemui KH. Masjkur di kamar KH. Idris. Sebagai sesama ulama, KH. Idris, Tebuireng, dan KH. Masjkur, Malang, adalah sepasang sahabat.

Setelah bertemu, ternyata maksud KH Masjkur mencari Tholhah untuk memintanya membantu menrintis sebuah madrasah yang akan didirikan di Singosari. Kembali santri Tholhah terkaget-kaget? Apa gerangan yang membuat KH. Masjkur memilihnya untuk melaksanakan tugas yang agung ini?

Bukan tanpa alasan jika KH. Masjkur memilih Tholhah muda. Sebelumnya ia telah melihat pemuda itu cemerlang dan piawai mengemukakan gagasan dan berargumentasi pada kongres IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) di Cirebon 1958. KH. Masjkur langsung jatuh cinta pada Tholhah sejak pandangan pertama~kelak juga menjadi menantu beliau. Setelah mempertimbangkan dengan matang dan memohon restu KH. Idris, berangkatlah Tholhah muda ke Malang.

Sejak itu, episode sebagai pelayan ilmu dan umat pun dimulai dalam hidup seorang Muhammad Tholhah Hasan.

II.                Jejak Karya Berupa Lembaga Pendidikan Islam

“Yang dimaksud dengan ‘Pendidikan Islam’ di sini tidak terbatas pada pengertian adanya label ‘Islam’, atau lembaga-lembaga ke-Islaman seperti madrasah atau ponpes, juga tidak terbatas pada pembelajaran ilmu-ilmu agama seperti tauhid, tafsir, hadis, fiqih atau tasawuf. Pendidikan Islam mencakup semua proses pemikiran, penyelenggaraan dan tujuan mulai dari gagasan, visi, misi, institusi, kurikulum, buku pelajaran, metodologi, SDM, proses belajar-mengajar, lingkungan pendidikan, yang disemangati dan bersumber pada ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam, yang secara built-in (menyatu) mewarnai proses pendidikan tersebut.” (Prof. Dr. KH. M. Tholhah Hasan, 1936-2019)

Ridho guru adalah salah satu pintu keberkahan dan kunci ilmu yang bermanfaat. Ini sudah menjadi prinsip Tholhah. Maka berbekal panggilan jiwa dan restu dari guru, Tholhah muda yakin untuk bertolak menuju Malang, kota dingin yang belum pernah ia menjejakkan kakinya. Dan beliau memang benar-benar memenuhi janji dan tekatnya, mengabdikan diri di dunia pendidikan hingga akhir hayat di pelukan Bhumi Arema.

Berikut jejak karya Kyai Tholhah dalam bentuk yayasan Pendidikan Islam di Kota dan Kabupaten Malang serta Kota Batu.

1. Yayasan Lembaga Pendidikan Al-Maarif Singosari

Penulusuran jejak Kyai Tholhah dalam bentuk lembaga pendidikan, Saya mulai dari sekolah pertama yang didirikan Kyai Tholhah. Jadi, setibanya di Malang, tepatnya di Singosari, sembari mempersiapkan madrasah yang akan didirikan, Tholhah mengajar di Pesantren Miftahul Ulum Bungkuk yang diasuh KH. Masjkur. Ia berusia 22 tahun kala itu.

Setahun kemudian yaitu pada tahun 1959, Kyai Tholhah bersama beberapa teman guru lain, dibawah bimbingan KH. Masjkur, fokus merintis Madrasah Tsanawiyah Al-Maarif yang berada di bawah naungan Lembaga Pendidikan Al-Maarif Singosari yang juga baru berdiri. Ini adalah sekolah pertama yang dirintisnya di awal karir. Madrasah ini terus berkembang. Bahkan diluar ekspektasi para founder-nya. Dari hanya punya 11 murid, hingga ratusan siswa pada saat ini. Setiap tahun ajaran baru, Madrasah Tsanawiyah Al-Maarif  Singosari menerima siswa baru tidak kurang dari enam kelas.

Dari Madarasah Tsanawiyah, menyusul berdiri beberapa sekolah lainnya. Sampai kini, sekolah di lingkungan Yayasan Lembaga Pendidikan Al-Maarif Singosari meliputi TK, SDI, MTs, MA, SMP dan SMA. Sebelumnya, juga ada Fakultas Tarbiyah Wataallim dan Fakultas Pertanian Universitas Sunan Giri (Unsuri) Surabaya cabang Singosari Malang yang dirintis Kyai Tholhah. Namun sejak 1981, digabung menjadi Universitas Islam Malang (Unisma).

Sampai akhir hayat, Kyai Tholhah tak jemu-jemu memantau dan membina sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Lembaga Pendidikan Al-Maarif Singosari ini.  

2. Yayasan Universitas Negeri Malang

“Peranan Perguruan Tinggi Islam (apalagi yang secara Institusional merupakan Institut Agama Islam) mempunyai peranan strategis dalam mengembangkan fungsionalisasi pemahaman Islam di kalangan civitas akademikanya maupun masyarakat.” (Prof. Dr. KH. M. Tholhah Hasan)

Merintis, membesarkan, membina, mengajar hingga menjadi Kepala Sekolah di lingkungan Yayasan Lembaga Pendidikan Al-Maarif Singosari, tidak menjadikan Kyai Tholhah merasa puas. Jenjang pendidikan usia dini dan dasar telah digarap, bahkan hingga tingkat Aliyah, namun ini belumlah cukup. Kyai Tholhah merasa, sudah seharusnya menyempurnakan mata rantai pendidikan dengan menyelenggarakan pendidikan tinggi yaitu Universitas.

Sebelum berdirinya Unisma, Kyai Tholhah sudah merintis sebuah Universitas dengan dua fakultas, Tarbiyah Wa Taallim dan Pertanian Universitas Sunan Giri Surabaya cabang Malang di Singosari. Namun, Unsuri ini kurang berkembang dengan greget.

Maka pada tanggal 27 Maret 1981 (20 Jumadil Awal 1401 H), Kyai Tholhah bersama beberapa 27 orang tokoh masyarakat, Ulama dan Cendikiawan NU di Malang berkumpul untuk merencanakan pendirian Universitas Islam Malang (Unisma) yang akan dibangun di lahan milik Al-Maarif di Dinoyo, Lowokwaru Kota Malang. Lalu dari 27 orang itu, dipilih 9 orang yang diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk merumuskan secara detail dan konkrit persiapan-persiapan pendirian. Pada panitia 9 ini, KH. M. Tholhah Hasan ditunjuk sebagai ketua (merangkap anggota). Delapan lainnya adalah H. Fathullah (Sekretaris merangkap anggota), M. Wiyono (anggota), H. Abdul Ghofur (anggota),  HM. Syahroel (anggota), H. Abdul Mudjib (anggota) dan H. Maksum Umar (anggota). Panitia 9 ini didampigi KH. Oesman Mansoer sebagai penasihat.

Jadi kedua Fakultas yang ada di Unsuri Cabang Malang di Singosari (tarbiyah dan pertanian), adalah cikal-bakal dari Unisma, yang mana saat itu Kyai Tholhah menjabat sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah wa Taallim. Setelah Unisma berdiri, Kyai Tholhah ditunjuk sebagai Pembantu Rektor I Unisma. Sedangkan untuk posisi Rektor, panitia 9 menunjuk KH. Oesman Mansoer untuk menjabatnya. Kemudian Unisma menambah beberapa Fakultas yang meliputi Fakultas Tarbiyah, Pertanian, Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Ekonomi, Peternakan, Teknik, Ilmu Administrasi, serta Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Sebagai perintis, perjuangan Kyai Tholhah untuk memajukan Universtas tidaklah ringan. Mendirikan Perguruan Tinggi tidak sesederhana mendirikan SD, SMP atau SMA. Tak hanya pembenahan fisik, tapi juga SDM yang mumpuni. Seperti terpenuhinya tenaga pengajar (dosen) tetap yang professional. Ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tiga tahun pertama adalah masa-masa sulit. Hampir setiap bulan, Dewan Pendiri harus merogoh kocek dalam-dalam untuk menutup biaya operasional.

  Sepeninggalnya KH. Oesman Mansoer, Kyai Tholhah didapuk oleh pihak Yayasan dan Senat Unisma untuk menjadi Rektor pada 1989. Beliau menjabat selama dua periode hingga 1998. Pada saat itu, Kyai Tholhah telah memegang sepenuhnya urusan manajemen Yayasan. Dan pada perkembangannya, Kyai Tholhah membawa Yayasan Unisma untuk melebarkan sayap. Jika sebelumnya bidang pengabdian masih di pendidikan, kini mulai menggarap pelayanan umat seperti Rumah Sakit, Laboratorium Aswaja dan Pesantren Mahasiswa Ainul Yakin.




2. Lembaga Pendidikan Islam Sabilillah Kota Malang

Untuk mengenang perjuangan Laskar Sabilillah Malang dalam membela kedaulatan negara, pada 1974 dibangunlah sebuah masjid sebagai monumen. Konon, lahan yang dipakai sebagai masjid sekarang, dulunya adalah markas anggota laskar untuk berlatih.

KH. M. Tholhah Hasan adalah salah satu pendiri dan menjadi ketua panitia pembangunan Masjid yang kemudian dinamakan Masjid Raya Sabilillah. Menurut informasi dari Sekretaris Takmir Masjid Sabilillah, bahkan sejak berdirinya, Kyai Tholhah adalah ketua Yayasan Masjid Sabilillah. Dari jajaran pendiri, Kyai Tholhah yang paling akhir berpulang ke haribaan Allah.

Pada perkembangannya, Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah. Namun juga berusaha menebarkan manfaat. Salah satunya dengan mendirikan dan mengampu lembaga pendidikan baik formal atau informal. Lembaga Pendidikan informal berupa majelis-majelis taklim yang semarak diadakan setiap hari, pagi dan sore untuk masyarakat. Termasuk untuk ibu-ibu dan remaja putri.

Sedangkan untuk lembaga pendidikan formal, dibentuklah Yayasan  Lembaga Pendidikan Sabilillah yang memiliki jenjang pendidikan mulai TK. SD, SMP sampai SMA. Lagi-lagi tangan dingin Kyai Tholhah sangat berperan di sini.

Di bawah ini, Saya tulis selayang pandang tentang Sekolah-sekolah yang berada di bawah Lembaga Pendidikan Islam Sabilillah.

TK Sabilillah Malang

Jenjang pendidikan usia dini menjadi yang pertama kali didirikan di bawah naungan LPI Sabilillah. Sebagai salah satu anggota Tim pendiri, Kyai Tholhah sangat mengerti, bahwa pendidikan usia dini memegang peranan penting demi menanamkan fondasi keilmuan dan budi pekerti.

Maka pada tahun 1980, berdirilah TK Sabilillah yang berlokasi di lingkungan Masjid Sabilillah, Jl. Ahmad Yani Blimbing. Kelak, ketika Kyai Tholhah, Dr. Ibrahim Bafadal dkk mendirikan sebuah sekolah dasar unggulan bernama SDI Sabilillah, TK ini menyeimbangkan diri dengan meningkatkan kualitasnya menjadi TK Unggulan.



SDI Sabilillah Malang

“Pendidikan yang mempunyai orientasi kuat terhadap penyelamatan fitrah, semakin terpinggirkan oleh desakan arus besar pendidikan sekuler dunia barat.” (Prof. Dr. KH. M. Tholhah Hasan, 1936-2019)

Medio 1990-an, saat itu seorang Muhammad Tholhah Hasan kembali merenung dalam kegelisahan. Lembaga Pendidikan Al-Maarif Singosari dan Universitas Islam Malang yang dirintis dan dibina mulai membuahkan hasil. Tapi ini tak membuatnya berpuas diri. Apalagi belakangan ini, seringkali ia membaca slogan tentang pendidikan yang berbunyi: “pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” “pendidikan untuk menunjang pembangunan nasional,” “pendidikan untuk menghadapi persaingan global,” dan slogan lain sejenis. Tak ayal banyak generasi muda Islam terpengaruh dengan rayuan modernitas instan, tanpa adanya filter berupa pemahaman dan pengetahuan yang cukup akan nilai-nilai religious dan sesuai fitrah.

Bagi Kyai Tholhah, slogan-slogan semacam itu secara eksplisit memang memberikan perhatian yang sangat besar terhadap potensi manusia dan kemampuannya untuk dikembangkan demi tujuan tertentu. Tapi pendidikan yang terlalu berorientasi pada pengembangan kemampuan manusia, seringkali abai terhadap sisi lain manusia sebagai makhluk sosial, religious dan moralis. Padahal, manusia itu punya jiwa, ada ruh. Itu butuh disentuh dan distimulasi dimensi spiritual, religius dan moralnya untuk berhubungan dengan Tuhan dan sesama manusia sesuai fitrah alaminya.

Maka berkelebat pemikiran bagaimana jika mendirikan sebuah lembaga pendidikan, dimulai jenjang dasar, yang memiliki konsep integral antara sains dan agama. Pelajaran agama yang dimaksud bukan hanya “pelajaran tentang agama” atau “pengetahuan tentang agama”. Tapi haruslah merasuk dan kemudian mengkristal dalam perilaku akhlak mulia sehari-hari.

Gayung bersambut ketika suatu saat Kyai Tholhah bertemu dengan beberapa sahabat yaitu Dr. Ibrahim Bafadal, Dr. Rofiuddin dan Dr. Wartono. Mereka adalah parktisi pendidikan di Kota ini yang memiliki kegelisahan, visi dan misi yang sama. Setelah melakukan serangkaian pertemuan dan diskusi, akhirnya diputuskan  untuk didirikan Sekolah Dasar Islam Sabilillah yang mulai beroperasi pada tahun ajaran 1997-1998. SDI tersebut berlokasi di lingkungan Masjid Sabilillah, Jl. Ahmad Yani Blimbing.

Konsep SDI Sabilillah terbilang masih baru dan segar saat itu. Yaitu Fullday School. Dari segi biaya, sekolah ini memang terbilang sekolah elit. Ini dilakukan untuk menampung orang-orang yang memang butuh akan hal itu. Apalagi SDI Sabilillah berdiri di tengah lingkungan orang-orang menengah atas yang sadar akan kebutuhan pendidikan yang bermutu. Dan jumlah kelompok ini semakin hari semakin banyak, mencari pendidikan dengan penanaman akidah yang baik dan sains yang unggul, tidak peduli walau harus mengeluarkan biaya lebih mahal.

Tapi, walaupun mengusung konsep demikian, bukan berarti Kyai Tholhah dan Tim tidak mau merangkul kelompok masyarakat menengah ke bawah. Untuk mengakomodasi siswa yang kurang mampu, dilakukan subsidi silang atau pun beasiswa.

SMPI dan SMAI Sabilillah Malang


Sekolah Menengan Atas Islam Sabilillah di Jl. Ikan Piranha Atas Blimbing Malang

Sumber foto: Dokumen pribadi

Pada perkembangannya, seperti yang dicita-citakan sejak awal, Lembaga Pendidikan Islam Sabilillah juga mendirikan SMP dengan konsep yang serupa, yaitu fullday school. Berdiri pada tahun 2003 berlokasi di Jalan Ikan Piranha Atas Blimbing Malang. Lalu menyusul berdiri SMAI Sabilillah pada 2014 di lokasi yang sama. Tapi di SMAI Sabilillah menerapkan konsep yang berbeda yaitu Boarding School (sekolah berasrama) di mana ada salah satu metode pembelajaran yang mengadopsi model pendidikan pesantren. 



3. Yayasan Sa’adatu Ad-Daroin Kota Batu

Pada tahun 1991 Kyai Tholhah ditunjuk sebagai ketua untuk menggantikan KH. Oesman Mansoer yang telah wafat. Yayasan ini didirikan di Kota Batu pada 1987 oleh KH. Oesman Mansoer. Mula-mula yayasan ini dikembangkan menjadi tiga pusat kegiatan yaitu Ponpes Hifdzul Qur’an, Institut Ilmu Al-Quran dan jurusan Tafsir Hadist sebagai cabang dari Fakultas Syariah Unisma. Tapi karena yayasan ini berada di lingkungan Kristen yang kuat, animo masyarakat menjadi rendah. Apalagi ketika ditinggal KH. Oesman Mansoer sebagai pelopor, usia yayasan ini masih muda.

Ketika Kyai Tholhah menjabat sebagai ketua, banyak terobosan yang beliau laksanakan. Salah-satunya adalah mendirikan taman belajar membaca Al-Quran untuk anak-anak (TPA). Tak disangka, respon masyarakat cukup besar. Perlahan namun pasti, jumlah santri terus meningkat hingga berjumlah ratusan. Berikutnya, Yayasan ini juga membuka kelas belajar membaca Al-Quran untuk dewasa.

Kyai Tholhah dan seluruh ustadz-ustadzah di Yayasan ini juga membuat terobosan untuk mengimbangi upaya kristenisasi. Seperti membuat bimbingan belajar dan kelas bina vokalia Islami dan grup shalawatan.

III.    Jejak Karya Berupa Buku-buku

Kyai Tholhah termasuk sosok Intelektual muslim yang cukup produktif. Baik dalam bentuk tulisan atau gagasan yang langsung dipublikasikan melalui tulisan-tulisan di seminar, diskusi, workshop dan lain sebagainya.  Begitu juga artikel lepas yang berisi pemikiran segar tentang keagamaan, pendidikan, pendidikan Islam, kepemimpinan, keorganisasian bahkan sosial budaya, yang beliau tulis juga sering mewarnai tabloid, majalah atau jurnal di tanah air, baik skala lokal atau nasional. Semuanya bermanfaat dan menambah wawasan bagi siapa pun yang membacanya. Khususnya bagi pengembangan Pendidikan Islam.

Menurut yang saya pinjam di Perpustakaan Masjid Raya Sabilillah, ada lebih dari 10 judul buku yang ditulis Kyai Tholhah. Bisa saya tuliskan berikut ini.

1. Islam dan Perspektif Sosial Budaya (Jakarta, Galsa Nusantara, 1987)

2. Islam dalam Perspektif Sosio Kultural (Jakarta, Lantabora Press, 2000)

3. Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman (Jakarta, Lantabora Press, 2000)

4. Kado untuk Tamu-tamu Allah (Jakarta, Lantabora Press, 2002)

5. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia (Jakarta, Lantabora Press, 2004)

6. Dinamika Kehidupan Religius (Jakarta, Listafariska Putra, 2004)

7. Diskursus Islam Kontemporer (Jakarta, Listafariska Putra, 2004)

8. Ahlussunnah wal Jamaah dalam Perpsepsi dan Tradisi NU (Jakarta, Lantabora Press, 2004)

9. Agama Moderat, Pesantren dan Terorisme (Jakarta, Listafariska Putra, 2004)

10.  Apabila Iman tetap Bertahan (Jakarta, Listafariska Putra, 2004)

11. Dinamika Pemikiran Tentang Pendidikan Islam (Jakarta, Lantabora Press, 2006).

12. Pendidikan Multikultural Sebagai Opsi Penaggulangan Radikalisme (Malang, Lembaga Penerbitan Unisma, 2016).

 


Salah satu buku karangan Kyai Tholhah, saya pinjam di Perpustakaan Masjid Raya Sabilillah

Sumber foto: Dokumen Pribadi


IV.  Pembaharuan Pemikiran Kependidikan Kyai Tholhah

Kyai Tholhah puluhan tahun berkecimpung di dunia pendidikan. Mulai dari jenjang usia dini, dasar, menengah hingga perguruan tinggi. Kapabilitas dan pengalamannya sudah tak diragukan. Seiring waktu, melalui perenungan mendalam dan melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, banyak pembaharuan tentang pendidikan khususnya pendidikan Islam lahir dari pemikiran beliau. Dan ini menarik untuk kita simak. Bila anda perhatikan, beberapa pemikiran Kyai Tholhah sudah saya kutip di atas di sela-sela tulisan ini. Di bawah ini saya tulis beberapa pemikiran cemerlang lainnya.

1. Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang relevan dengan tuntutan zaman dan kebutuhan bangsa yaitu pendidikan yang mampu menyiapkan generasi unggul yang sanggup bersaing dengan SDM bangsa lain, tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa yang memiliki kepribadian dan moral bangsa.

2. Pendidikan memiliki peran strategis dalam konsteks penyiapan generasi mendatang yang bersumberdaya unggul. Oleh sebab itu, Pemerintah harus memperhatikan kebijakan-kebijakan pendidikan yang memihak pada kepentingan bangsa.

3.  Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha akselerasi (percepatan) peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah: Pendidikan, teknologi, ekonomi dan mobilitas sosial.

4. Menerapkan pendidikan multikultural sebagai opsi penanggulangan radikalisme. Radikalisme adalah istilah yang lazim digunakan untuk menyebut kelompok garis keras. Maka pendidikan multikutural yang memiliki hakikat pendidikan yang menempatkan multikulturalisme sebagai salah satu visi pendidikan dengan karakter utama yang bersifat inklusif, egaliter, demokratis dan humanis namun tetap kokoh pada nilai spiritual dan keyakinan yang berdasar Al-Quran dan Sunnah efektif diterapkan untuk menanggulangi radikalisme.

5. Dunia pendidikan bukan tempat yang tepat menguntungkan hidup, menumpuk rejeki. Namun dunia pendidikan begitu mulia, dunia yang hanya mengenal kata memberi, bukan mengambil.

6. Mengajar dan mendidik janganlah berdasar SK atasan semata. Yang jika SK habis, habis pula pengabdian kita.

Sebagai pelengkap penulusuran, berikut ini saya sertakan juga dua foto Kyai Tholhah, yang saya ambil di Kantor dan Perpustakaan Masjid Sabilillah.

 


Kyai Tholhah dan Tamu dari salah satu negara Arab, saat beliau menjabat Menag

Foto diambil di kantor Yayasan Masjid Sabililah. Sumber: Dokumen pribadi



Salah satu pemikiran Kyai Tholhah tentang wakaf

Foto diambil di Perpautakaan Masji Raya Sabilillah (dokumen pribadi)



Demikianlah essay tentang jejak karya dan pemikiran Kyai Tholhah. Satu hal yang bisa dipetik dari semua peninggalan sang Kyai seperti yang telah ditulis di atas, bahwa dalam diri beliau layak diambil saripati ilmu dan keteladanan. Tak dipungkiri bahwa gagasan atau pemikiran Kyai Tholhah turut mewarnai kehidupan sosio kultura kota tercinta. Teriring doa, semoga essay ini bermanfaat dan kita bisa meneladani kiprah Kyai Tholhah.

Terimakasih telah membaca. 


Daftar Pustaka

1. Prof. Dr. Mudjia Rahardja, Dkk. Prof. Dr. KH. M. Tholhah Hasan, Kyai Tanpa Pesantren. Malang, Paramasastra Press, 2007.

2.  Prof. Dr. Nasaruddin Umar. Kyai Multitalenta, Oase Spiritual KH. M. Tholhah Hasan.  Jakarta, Lista Fariska Putra, 2006.

3.  Muhammad Tholhah Hasan. Islam dan Perspektif Sosial Budaya. Jakarta, Galsa Nusantara, 1987.

4. Muhammad Tholhah Hasan. Dinamika Pemikiran Tentang Pendidikan Islam.  Jakarta, Lantabora Press, 2006.

5.  Prof. Dr. KH. Muhammad Tholhah Hasan. Pendidikan Multikultural Sebagai Opsi Penaggulangan Radikalisme. Malang, Unisma Press, 2016.

6.  Beberapa artikel terkait di media online Tanah Air.

7.  Wawancara dengan Sekretaris Masjid Raya Sabilillah, Bapak H. Farhan.

#Ditulis saat masa pandemi Covid-19

Comments