Refleksi Maulid Nabi 1442 H (6): Kenapa Mengenang Kelahiran Bukan Kewafatan?

Refleksi Maulid Nabi 1442 H (6): Kenapa Mengenang Kelahiran Bukan Kewafatan?


Rata-rata orang akan mengenang atau memperingati kewafatan seorang tokoh. Tapi tidak dengan Baginda SAW, yang dikenang dan disesapi hikmahnya justru kelahirannya.

Apa pasal? 
 
Jelas, karena Rasulullah adalah manusia terpilih, Al-Musthofa, yang Allah utus untuk menyampaikan risalah langit pada seluruh penduduk bumi. Ia datang sebagai pembawa petunjuk dan rahmatan lil 'alamin. Kedatangan Muhammad SAW telah dikabarkan dalam kitab-kitab samawi, Zabur, Taurat dan Injil, yang turun lebih dahulu.

Dalam kitab Maulid Diba, karya Imam Ad-Diba'i, yang sering kita baca, disebutkan bahwa Allah telah menciptakan Nur Muhammad (SAW) sebelum menciptakan Adam as.

Kemudian Allah meletakkan Nur Muhammad (SAW) pada Adam ketika "bapak" manusia itu diciptakan. Sehingga dengan demikian tinggilah derajat Adam as. Selanjutnya dari Adam as, Allah terus memindah-pindahkan Nur Muhammad dari sulbi-sulbi suci ke rahim-rahim suci. Adam as lanjut sampai ke Ibrahim as. Kemudian dari Nabi Ibrahim as jatuh ke Ismail as sampai akhirnya Nur tersebut menitis dari rahim Ibu Aminah.
Tak pelak, siapa pun garis nasab yang dilewati Nur Muhammad ikut terangkat derajatnya

Nah, kabar kedatangan Nabi penutup sekaligus pemimpin para Nabi yang telah diberitakan ke seluruh penjuru langit dan bumi telah membuat semesta cinta dan rindu pada beliau SAW. Bagaimana tidak cinta? Allah pun telah "membocorkan" seperti apa bagusnya ia. Begitu bagus rupa maupun keluhuran akhlak dan bahasa sang manusia terpilih. Semua menanti-nanti, para malaikat menunggu, hewan-hewan menunggu, tanah, air, pasir menunggu, seluruh alam raya menunggu.

Saya nukilkan sebuah kisah. Sebuah cerita yang terselip ketika Rasulullah tiba di Madinah (pada peristiwa hijrah).

Jadi ketika Rosulullah tiba di kota Yatsrib, sahabat Anshar pada berharap agar beliau tinggal di rumah mereka, sampai kediaman dan masjid Nabi selesai dibangun. Pokoknya, semua berebut agar Nabi SAW memilih rumahnya.
 
Antusiasme para sahabat Anshar, membuat Nabi terharu sekaligus tak tega menolak permohonan mereka. Tapi, tak mungkin, kan, Baginda memenuhi seluruh permintaan itu. Akhirnya terbetiklah solusi bahwa beliau SAW akan tinggal di rumah yang dipilih oleh unta beliau.
 
Semua setuju dan menunggu sambil harap-harap cemas agar si unta berhenti di rumah mereka. Dan ternyata si unta berhenti di depan rumah seseorang yang tak terkenal dan tak mencolok, rumah sahabat Abu Ayyub Al Anshari.
 
Kebetulan belaka-kah ini? Tak ada yang kebetulan di dunia ini, sebab semuanya sudah tertulis di Azali. 
 
Jauh berabad-abad sebelumnya, sebelum Nabi Muhammad memasuki kota Madinah. Ada seorang raja yang agung, di mana tak ada raja lagi setelahnya yang mengungguli kebesarannya, raja yang  tidak hanya manusia, bahkan jin, binatang dan angin tunduk di bawah kuasanya, ialah raja Sulaiman AS, sampai ke tanah Yastrib bersama seorang sahabat karib kepercayaannya, Tubba Hariri. 
 
Status Raja Sulaiman sebagai seorang Nabi dan Rosul menjadikan beliau tahu betul bahwa tempat ia berpijak sekarang adalah tujuan hijrah dari Nabi akhir zaman, penutup para Nabi.
 
"Andaikan Nabi tersebut sekarang ada di sini, di hadapanku, maka aku akan membantu beliau mengikatkan tali sepatunya!" gumam Nabi Sulaiman sambil memandang hamparan bumi di depannya.
 
Tubba Hariri yang mendengarnya, terlonjak kaget, "Bagaimana mungkin, wahai Nabi Allah? Apakah ada orang yang lebih tinggi derajatnya dari Anda?" tanyanya.
 
"Betul, derajat Nabi Muhammad ini lebih tinggi dariku bahkan dari derajat seluruh Nabi yang ada, karena dia pemungkas sekaligus pemimpin dari semua pemimpin."
 
Entah gerangan apa, tiba-tiba muncul cinta di hati seorang Tubba Hariri pada Nabi akhir zaman itu. Cinta yang bergejolak, cinta yang tanpa memandang yang ia cintai namun berharap sangat jumpa. Sampai terlontarkan permohonan darinya kepada Nabi Sulaiman.
 
"Wahai Nabi Allah, izinkan aku untuk tinggal di tanah ini. Aku ingin menunggu seseorang yang engkau saja rela mengikatkan tali sepatunya," ucap Tubba dengan wajah penuh harap memohon kepada Nabi Sulaiman untuk diperbolekan tinggal di situ untuk menunggu Nabi akhir zaman.
 
Tubba berharap dapat berjumpa dengan sang imam para nabi dan rosul. Dia cinta dan rindu walau sama sekali belum berjumpa. 
 
"Engkau boleh menunggunya jika memang itu yang kau inginkan!" jawab Nabi Sulaiman as.
 
Tubba rela meninggalkan segalanya. Kampung halamannya, rumahnya, ia tinggalkan untuk menunggu sesuatu yang tak tahu kapan akan datang. Ia rela membangun dari awal sebuah peradaban baru di belahan bumi lain yang jauh dari tempat asalnya, untuk menunggu yang ia cinta, walau ia tak tahu bagaimana rupanya.
 
Mulailah ia membangun rumah-rumah di wilayah Yatsrib itu dan meminta penduduk di sekitar gua dan bukit untuk datang dan mau tinggal bersamanya di wilayah tersebut. Dan orang-orang ternyata sangat menyukai rumah yang dibangun Tubba. 
 
Namun ada yang aneh. Di antara semua rumah, ada satu rumah yang berbeda karena memiliki dua lantai sedangkan yang lain hanya satu lantai. 
 
"Mengapa yang satu ini dibangun dengan dua lantai, wahai Tubba?" tanya orang-orang penasaran. 
 
"Rumah ini aku siapkan untuk seseorang yang derajatnya sangat tinggi dan mulia, karena itu aku membuatnya khusus menjadi dua lantai," jawab Tubba dengan mata penuh kerinduan.
 
Maka Tubba Hariri dengan sangat sabar dan penuh harapan menunggu Rosulullah hari demi hari, bulan demi bulan, sampai tahun demi tahun. Setiap waktu ia menunggu dengan kerinduan yang membuncah pada Khotamul Anbiya, berharap jumpa lalu meluapkan kerinduan. 
 
Namun apa daya, Tubba hanyalah seorang manusia. Ia semakin tua,  lemah dan tibalah saatnya untuk menghadap Tuhan. Maka pada hari kematiaannya, ia pun menulis sebuah surat:
 
"Wahai Rosul Allah yang mulia, Wahai pemimpin para Nabi. Semoga rahmat dan salam tertuju padamu, aku mendengar tentang anda dari Nabi saya, Nabi Sulaiman AS, bahwa anda akan datang ke tempat ini, karena itu saya menunggu anda di sini, bertahun-tahun sampai sekarang tibalah saya harus meninggalkan dunia ini, saya tak lama lagi akan mati, namun saya sudah membangun sebuah rumah, rumah ini untuk Anda, mohon diterima sebagai bentuk cinta saya."
 
Tubba menyerahkan surat itu kepada putranya dengan harapan surat itu bisa sampai ke tangan Baginda Nabi SAW, kelak ketika beliau tiba di Yastrib.
 
Waktu terus berjalan, abad demi abad berlalu surat itu berpindah tangan dari satu generasi ke generasi berikutnya dari keturunan Tubba Hariri dan sampai akhirnya sampailah surat itu di tangan sahabat Abu Ayyub Al Anshary.
 
Dan yang sangat mencengangkan, ketika Rasul sampai di rumah Abu Ayyub setelah sang unta berhenti di rumah itu, beliau SAW bertanya pada Abu Ayyub. "Kiranya bisa kamu berikan kepadaku amanat berupa surat leluhurmu yang dititipkan padamu untukku?"
 
Abu Ayyub sungguh kaget setengah mati. "Ya Rosulullah hanya ayah saya dan saya yang mengetahui adanya surat ini," ucap Abu Ayyub. Di benaknya dipenuhi pikiran bagaimana bisa Rasul yang baru datang bisa mengetahui peristiwa yang tejadi ribuan tahun yang lalu?

Rosulullah SAW pun menjawab "Sesungguhnya aku melihat kakek buyutmu ketika dia menulis surat ini."

Akhirnya sampai juga surat dari Tubbah untuk Rosul penutup para Nabi. Tidak hanya sekedar surat, beliau juga menerima cinta Tubbah Hariri, cinta yang ia wariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa berkurang sedikitpun walau cintanya tanpa jumpa.

Wahai Rasululllah Al-Musthofa
Wahai Nabi yang kelahiranmu adalah Rahmatan lil alamin
Kami bersyukur pada Allah atas nikmat menjadi ummatmu
Terima kasih atas semua kasihmu ..
Terimalah cinta kami Ya Rasul, walau kami sadar kadar cinta kami padamu masih segini-gini saja...bahkan kadang terkalahkan pada cinta dunia.
***

Malang, 13 Robiul Awal 1442 H/30 Oktober 2020

Baca Seri tulisan maulid lainnya

Comments

  1. Subhanallah,,, bangga mnjd pembaca tulisanmu,,, smoga mjd ilmu mnfaat bg generasi muslim yg selalu mncintai Rosul Muhammad spt cintanya Tubba Hariri.

    ReplyDelete

Post a Comment